Dibalik Senyum
22 Maret
2013 pukul 17:16
haaayy aku
bawa cerpen.
kali ini
disponsori oleh salah satu ftv yang aku tonton haha
gak tau
kenapa tiba-tiba terinspirasi buat cerpen ini.
ini juga
sebagai ganti aku belum bisa post cerbung I Love You Christy, soalnya aku masih
bingung sama alurnya u,u
yaudahlah
langsung aja, hope you like guys :))))
Cast :
- Morgan Smash
- Christy Chibi
- Cherly Chibi
Jakarta,
2013
Langit
tampak tak bersahabat akhir Maret ini. Seperti langit musim dingin pada
umumnya, gerimis kecil menyapa setiap kulit yang tak terlindung mantel ataupun
payung. ku rapatkan mantel hangat coklatku dan bergegas berjalan. Kulihat sudah
banyak orang beraktifitas diluar. Aku, Cherly orang biasa memanggilku begitu,
berjalan menuju toko bungaku.
Akhirnya aku
sampai di tujuanku. Kubuka toko bunga kecilku. Kurapikan mantel dan segera menjajakkan
beberapa pot bunga di luar tokoku. Aku sedang sibuk menumpuk pot bunga orchid
saat seseorang mengagetkanku dari belakang meski dengan suara lembutnya.
“permisi.“
“Ya Tuhan!
Eh iya maaf.”, aku berbalik dan masih terkejut saja. Dia datang lagi.Lelaki
bermantel hitam itu berdiri tegak dibelakangku. lelaki ini yang sudah menjadi
pelanggan tetapku sejak…
“Buka lebih
awal? Sorry ngagetin.”, dia membalas mengulas senyum yang selalu mencapai mata.
Masih bisa kulihat meski dia mengenakan aksesoris wajibnya, kacamata hitam. Dia
melipat payung hitamnya, dan meletakkannya di sisi pintu tokoku.
“Sebenarnya
kamu yang datang terlalu pagi. Tidak apa-apa. Ayo masuk dulu Mas Morgan.”. Dia,
Morgan Handi Winata, dan ya dia adalah artis yang dikenal sebagai salah satu
anggota SMASH.
“Bukankah
seharusnya kamu masih Tour? Aku kira belum selesai, kan?”, tanyaku.
Lelaki
berperawakan tinggi itu mengikutiku ke dalam toko, masih dengan senyumnya.
Kurasa senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
“Memang,
tapi aku pulang ke Jakarta untuk menjenguknya. Dan udah sering aku
bilang. Panggil aku Morgan saja tanpa mas. Kayak orang baru kenal aja.”
Aku hanya
tertawa kecil menanggapi argumen terakhirnya. Dia memang selalu terlihat
sedikit kesal saat aku menggodanya dengan menambahkan mas dibelakang
namanya. Mungkin memang aku hanya bertemu dengannya sebulan sekali, tapi jika
dikalikan enam tahun kurasa bisa dibilang kami saling mengenal cukup baik. Dia
tampak melihat-lihat koleksi bunga terbaru yang ada di etalase.
“Itu varian
baru bunga orchid, indah kan? Warna ungu dalam balutan kelopak putihnya
begitu cantik.”. Dia hanya mengangguk menanggapiku. Dia kembali berjalan dan
melihat-lihat tanaman hias. Dia berjalan menuju etalase bunga tulip dekat
jendela. Tangannya membelai satu-satu kelopak merahnya. Mata dibalik kaca hitam
itu tampak menerawang menatap langit kelabu diatas sana. Aku sempat meliriknya
sekilas saat sedang menyiapkan buket pesanannya.
Pesanan?
ngomong-ngomong soal pesanan, sebenarnya untuk tiga bulan pertama dia masih
memesannya padaku. Menyebutkan detilnya, maksudku. Tapi di bulan ke empat aku
mulai hapal dan langsung membuatkannya tanpa dia minta. Setidaknya dia memesan
bunga yang sama untuk hampir enam tahun terakhir. Aneh mungkin, tapi sepertinya
tulipa sharonensis sangat berarti untuknya. Tulip merah merona yang
cantik, melambangkan kenangan cinta sejati. Kedengarannya cengeng, ya? Tapi aku
bisa memahaminya. Aku baru tahu kenyataannya setahun setelah dia menjadi
pelangganku.
Aku segera
menyelesaikan buket bunga pesanannya dan membungkusnya.
“Maaf.
Pesananmu baru datang. Karena musim dingin seperti ini agak sulit untuk tulip
yang notabene adalah bunga musim panas. Ini.”, kataku sambil menyerahkan
buket bunga tadi. Memang beberapa hari lalu dia sudah datang, tapi bunga
pesanannya, tulip merah, belum datang.
“gapapa.
Buatkanlah untukku saat aku datang dan bunganya ada. Jadi berapa?”, tanyanya
setelah menerima buketnya.
“lima puluh
ribu saja.”, jawabku tersenyum. Dia tampak menarik beberapa lembar uang dari
dompetnya. Bisa kulihat ada sebuah foto kecil di sudut dompetnya. Foto Morgan
bersama seorang gadis cantik yang ternyata menjadi alasannya
berlangganan bunga di tokoku.
“Ambil saja
kembaliannya.Terimakasih.”, dia memberiku uang lebih dan menolak kembaliannya.
“Harusnya
aku yang berterimakasih.”. Aku lalu mengantarnya menuju pintu. Rinai gerimis
kecil masih menghias jua.
“Masih
gerimis. Mau langsung pergi?”, tanyaku.
“gapapa.
cuma sebentar.”
“Hati-hati,
ya!”
“iya.”,
jawab Morgan sambil tersenyum dan kembali membuka payung hitamnya.
Kuperhatikan
punggungnya berlalu, menuju tempat kunjungan rutinnya enam tahun terakhir yang
memang hanya berjarak 200 meter dari tokoku. Gadis itu sungguh beruntung,
mendapat hati suci seorang pria baik seperti Morgan.
Aku sendiri
mengetahui cerita ini dari member grup nya, Ilham – yang memang terkenal tidak
bisa menjaga rahasia, saat Morgan pernah mengajaknya ikut kemari. Dari cerita
itu jugalah aku bisa menemukan sisi lain seorang Morgan Handi Winata dibalik
senyum malaikat yang selalu menghiasi wajahnya.
***
Jakarta,
2006
“Gan,
Morgaaaaaan , mau kemana?”, Ilham tergopoh mengejar langkah Morgan yang sudah
mendahuluinya.
“Pulang ke Basecame.”
“yaa aku tau
itu. Maksudku habis ini?”,Ilham cemberut. Mereka baru saja keluar dari tempat
latihan Dance nya.
“Nemuin
Christy. Kenapa?”, Morgan tertawa melihat ekspresi Ilham. Morgan tahu Ilham
tidak suka Christy, maksudnya cemburu. Bagi Ilham, Christy adalah perebut
Morgan darinya. #ceritanya ilham sangat dekat dengan morgan
“kenapa sih
harus nemuin dia?”, ketidaksukaan sangat kental di nada bicaranya. Morgan hanya
tertawa lagi melihat Ilham tampak mengerucutkan bibirnya.
“Suka-suka
Morgan lah dia mau menemui siapa. Dasar anak merepotkan.”, Reza menoyor kepala
Ilham tiba-tiba. Entah sejak kapan Reza ada dibelakang Ilham.
“Weh??
Kenapa mesti noyor sih kak!”, teriak Ilham ke Reza dengan nada kekanakan.
“Dasar
berlebihan.”
“Udahlah ga
usah ribut. Malu kali, kalian udah dewasa.”, Morgan melerai mereka. Ilham
tampak membuang muka dan bergumam kesal tak jelas. Ada-ada saja tingkah
dua member termuda SMASH ini.
Morgan
adalah pria sederhana. Dia memilih naik bus setiap akan mengunjungi rumah
Christy. Tiga puluh menit perjalanan dalam bus terasa begitu cepat bagi Morgan
hari itu. Dia merindukan christy. Morgan muda tidak tahu harus menyebutnya apa,
tapi selalu ada debaran aneh tersendiri tiap bertemu Christy. Debar aneh yang
memenuhi rongga dadanya, serasa ada puluhan kupu-kupu terbang dalam perutnya.
Aneh, tapi Morgan menikmati sensasi itu. Senyuman tak akan pernah lepas dari
bibirnya jika sudah menyangkut nama Christy.
Sudah lima
bulan sejak terakhir dia bertemu Christy. Dia ingin bercerita banyak pada Christy
tentang masa training nya ke Christy. Morgan turun dari bus dan berjalan
menuju komplek tempat kediaman keluarga Unu. Morgan memasuki gerbang rumah
Christy dan menyapa security yang sudah ia kenal baik.
“Kamu selalu
datang lebih awal. Ayo masuk, duduk aja dulu.”, Morgan tersenyum melihat
sambutan hangat Christy yang belum selesai bersiap-siap. Morgan mengikutinya
masuk dan duduk di sofa depan.
“Tunggu
sebentar. Aku mau nerusin ini.”, Christy menunjuk gelungan roll rambutnya.
Morgan mengangguk dan tersenyum membiarkannya berlalu.
Tak lama
kemudian Christy keluar dari kamarnya. Dia mengenakan dress hijau cerah
bermotif dengan tali gantung sebesar jari di kedua sisi lengannya. Dia tampak
bersinar dan cantik.
“Ah,
terpesona ya???”, goda Christy. Siapa yang tidak? Tapi Morgan lebih memilih
tersenyum dan langsung mengambil gambar Christy dengan ponselnya.
“Hey!!
Kenapa kamu ngambil gambarku dengan cara begitu!!!”, sekarang terjadi adegan
kejar-kejaran kecil diruang tamu rumah Christy. Christy merajuk dan coba
merebut ponsel Morgan. Tapi tinggi Christy yang notabene hanya 156 sentimeter
menyulitkannya saat Morgan mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
“gapapa.
Gambarnya bagus.”
“Bagus
apanya! Siniin!”
“ngga papa.
Kamu keliatan…”, ucap Morgan menggantung.
“Terlihat
apa? Ayolah Morgan. Siniin hp nyaa.”, Christy masih berjinjit mencoba meraih
ponsel Morgan.
“Kamu…
Terlihat cantik.”, sambung Morgan ragu karena bukanlah keahlian Morgan
untuk “merayu” wanita. Meski lirih, Christy jelas mendengar pujian tadi. Chrsty
langsung menghentikan kegiatannya dan melengos dari pandangan Morgan. Mereka
berdua sukses merona akut.
“Ayo, nanti
kita malah gak jadi pergi.”, Christy berbalik cepat dan berjalan lebih dulu
untuk mengusir kecanggungan yang Morgan ciptakan.
“Photonya?”,
goda Morgan melambaikan ponselnya. Christy mendelik dan menggembungkan pipinya.
Lucu sekali. Morgan hanya tersenyum geli melihat tingkah Christy. Mereka
akhirnya pergi dengan sedan hitam Christy.
“Kita mau
kemana?”
“Ke Tanah
Abang.”, Christy nampak bersemangat.
“Untuk apa
ke pasar?”
“Ada sesuatu
yang mau aku ambil. Udah dipesan dari dulu.”. Morgan hanya mengangguk dan
menyetir ke tujuan pertama.
Sebenarnya
Morgan Dan Christy saling mengenal saat pertama kali mereka sama-sama melamar
menjadi trainee di Tarra Entertaintment. Tapi kebersamaan mereka
yang hanya sebentar itu ternyata berlanjut menjadi hubungan pertemanan. Christy
sendiri tidak diterima menjadi trainee di Tarra. Dia meneruskan
pendidikannya di jalur formal. Meski terpisah jarak, hubungan mereka tetap
terjaga bertahun-tahun. Christy menyukai Morgan, tapi Christy tidak tahu
bagaimana perasaan Morgan padanya. Bagi Christy, status tidaklah penting. Bisa
dekat dengan Morgan aja itu udah cukup untuknya.
Tak lama
menyetir, Morgan dan Christy sudah sampai di Pasar Tanah Abang. Suasana belum
begitu ramai siang itu. Christy menggandeng Morgan menyusuri jalan ke penjual
tujuan Christy.
“Aaa..non
Christy udah dateng.”, sapa seorang bapak paruh baya.
“Siang! Apa
kabar pak! Pesananku udah ada?”, sapa Christy.
“Kamu emang
selalu bersemangat. Tunggu sebentar ya.” bapak tadi masuk ke bilik dalam
tokonya mengambil pesanan.
“Kamu udah
kenal lama sama bapak tadi?”, tanya Morgan.
“Pak Baban?
Ya, bisa dibilang gitu. Aku sering mencari literatur kuliahku disini. Dan dia
sangat baik.”. pak Bababn keluar dan membawa beberapa buku dan sebuah kotak
berukuran sedang.
“Ini
pesananmu.”, Pak Baban tersenyum menyerahkan pesanan Christy.
“Ah, apa
kamu pacar non Christy? Dia sering cerita tentang kamu.”, celetuk Pak Baban ke
arah Morgan.
“apa?”,
Morgan agak terkejut ditunjuk begitu. Dia terbengong sesaat.
“Ahahaha,
bapak bicara apa. Jangan bercanda!”,Christy tertawa aneh mencoba mengalihkan
pembicaraan. “Berapa semuanya?”
“Ah,
limabelas ribu aja. Tapi bukannya..”, ucap Pak Baban yang tak sempat meneruskan
kata – katanya karena Christy keburu melotot panik ke arahnya. Pak Baban
kemudian malah tertawa dengan tingkah Christy.
“ya ya ya.
Anak muda jaman sekarang.”
Morgan yang
masih bingung hanya menatap dua orang didepannya dengan senyum linglung.
“Makasih
pak.”, Christy membayar sejumlah uang.
“yaa. Datang
lagi lain kali kalo butuh sesuatu ya.”,Christy berlalu. Morgan masih menatap
Christy dengan penasaran
“kenapa
liatinnya gitu banget sih?”, tanya Christy.
“gapapa.
Cuma aku masih penasaran sama apa yang bapak tadi bilang.”
“Ah, jangan
dianggap serius. Bapak tadi emang suka bercanda.”,Christy mengibaskan tangannya
di depan wajah Morgan.
“gimana kalo
aku anggap itu serius?”, Morgan tampak menggoda Christy lagi.
“ih jail banget!”,
Christy nampak kesal digoda begitu. Morgan tertawa menang dengan godaannya yang
berhasil.
“Hey, lihat
itu. Kalungnya cantik.”, Morgan tiba-tiba menunjuk sebuah kalung ditepian toko
lain. Christy memutar bola matanya
“Berapa
harganya, mbak?”, tanya Morgan pada penjualnya.
“150.000.”
“Mau beli?”,
tanya Christy. Morgan hanya mengangguk dan tampak memilih-milih kalung lain.
“250.000 aja sama yang ini.gimana?”, tawar Morgan mengambil satu kalung lain.
“Baiklah.”,
Morgan membayar dua kalung tadi dan mengajak Christy kembali ke mobil.
“buat apa
beli dua?”, tanya christy. Morgan tersenyum dan berhenti. Dia merogoh salah
satu kalung tadi.
“Yang cantik
ini buat kamu .”, Morgan berputar kebelakang Christy dan memakaikan kalung
tadi. “Mungkin memang bukan barang mahal.”
“Tapi aku
suka.” Christy memotong kata-kata Morgan.
“Yang
satunya?”, sambungnya.
“Buat Ilham.
Kamu tahu, bagi dia kamu udah merebut aku dari sisinya.”, mereka berdua tertawa
dengan perkataan Morgan. Jantung mereka berdebar sore itu. Bahagia.
Setelah
jalan-jalan di kawasan Tanah Abang mereka memutuskan untuk makan siang
sebentar. Setelah itu Christy mengajak Morgan ke Anyer. Christy ingin
menghabiskan sore mereka untuk jalan-jalan di pantai. Christy sangat
menyukai pantai.
Anyer tidak
pernah mengecewakan. Juli sore itu begitu cantik. Matahari bersinar teduh di
ufuk barat menyiratkan garis-garis jingga keunguan di kanvas langit berawan
tipis. Hari itu tak seperti biasanya, Anyer tak sepadat hari-hari weekend.
Membuat suasana menjadi terasa lebih romantis. Morgan menatap sendu Christy
yang sudah asyik berlarian bermain ombak. Christy, dia benar-benar gadis yang
mengacaukan hati Morgan. Tawanya, mata indahya, tubuh mungilnya, aroma tubuh
dan rambut bergelombang sepunggungnya yang selalu membuat Morgan tak bisa tidur
hanya demi mengingatnya. Christy melambai memanggil nama Morgan, membuyarkan
segala lamunan indahnya.
“Jadi hari
ini kamu sengaja libur?”, tanya Christy.
“Ya. Aku
minta libur hari ini. Dan tumben Daddy Dino ngijinin.”, mereka menyusuri pantai
beruntutan.
“aku dengar
sebentar lagi kamu akan debut bersama grup sebagai boyband. Itu bener?”
tanya Christy.
“Iyah,
darimana kamu tahu?”, Morgan berhenti dan menoleh ke Christy. Christy tidak
langsung menjawab. Christy malah salah tingkah tertangkap basah menjadi stalker
Morgan. Justru Morgan baru akan menceritakannya pada Christy. Christy
berjongkok dan pura-pura memungut cangkang kerang dekat kakinya.
“Benar. Aku
akan didebutkan bersama 6 member lain yang sudah terpilih.”, merasa tak
mendapat jawaban Morgan hanya tersenyum melihat tingkah Christy dan meneruskan
berjalan.
“Ah, kamu
pasti akan lebih sibuk lagi”, ucap Christy lirih dan memandang jauh ke depan.
Ke langit senja yang jingganya semakin menua.
Christy
kemudian bangkit dan berlari tiba-tiba menubruk punggung Morgan. Christy
memeluk Morgan dari belakang.
“Ada apa?”,
Morgan agak terkejut. Tangan Christy merayap di otot perut Morgan yang belum
terbentuk. Christy tak menjawab. Ia malah sibuk menenggelamkan wajahnya di
punggung Morgan, menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya. Menyesapnya seolah ingin
merekamnya di dalam ingatan terdalam Christy, menyimpannya baik-baik di sudut
hati yang terdalam. Christy tak ingin kehilangan Morgan. Morgan sendiri yang
awalnya sudah merasakan debar aneh, sekarang semakin kacau. Detak jantungnya
meracau, wajahnya memerah. Hatinya tak karuan, serasa kupu-kupu yang tadinya
ada di dalam perutnya membuncah dan berebutan terbang keluar. Sensasi yang
dirasakan hatinya semakin tak terjelaskan logika.
“Jangan
lupain aku yah kalau kamu jadi terkenal nanti.”, Christy mengulas senyum saat
mengatakannya. Tangan Christy merayap ke dada Morgan dan menautkan dikedua
bahunya.
“Kenapa kamu
ngomong gitu? ga mungkin aku lupain kamu. Kamu sahabat terbaik aku.”, Morgan
mengambil tangan Christy. Menautkan kembali ke perutnya sendiri, kemudian
memeluk tangan Christy erat. Christy menyandarkan kepalanya di lekukan punggung
Morgan. Sahabat? Ada sirat sedih di mata Christy yang tidak dilihatMorgan.
Mereka terdiam agak lama. Senja menjadi saksi bisu kedekatan mereka berdua.
Langit meredup berganti cahaya temaram bulan yang sendu. Hari itu, terucap
ataupun tidak, adalah hari yang paling membahagiakan bagi Christy, bahkan tak
peduli jika perasaannya tak terbalas, jika dia pun tak akan merasakan mentari
esok pagi, dia akan tetap mencintai Morgan sampai kapanpun.
“Ayo
pulang.”, Christy melepas pelukannya. Dia merajuk dan menarik tangan Morgan
untuk kembali ke mobil. Morgan mengangkat alisnya. Tapi tak urung menurut juga.
Mereka menuju ke sedan hitam Christy.
“Kita ke
basecame kamu dulu, ya. Nanti biar aku menyetir sendiri ke rumah.”, kata
Christy.
“Tapi
biasanya aku yang nganterin kamu pulang dulu baru aku pulang naik bus ke basecame.”,
Morgan makin heran.
“Sekali-kali.
Ayolah.”, Morgan hanya menuruti keinginan Christy. Mereka hanya terdiam
sepanjang perjalanan pulang. Christy nampak lelah. Morgan sebenarnya tak tega
Christy pulang sendiri. Dia lebih suka memastikan Christy aman terlebih dahulu
baru ia pulang naik bus. Tapi Christy adalah gadis keras kepala, ia tidak akan
mendengar argumen orang lain saat sudah memiliki keinginan.
Dua jam
berlalu dalam sunyi. Morgan membiarkan Christy tertidur. Morgan berhenti tepat
didepan basecame. Dia memperhatikan wajah damai Christy yang tertidur.
Kemudian membelai sisi wajah Christy dan menyampirkan poni-poni kecil rambutnya
kebelakang telinga Christy. Christy menggeliat terbangun.
“udah sampai
yah.”, gumam Christy. Morgan tersenyum. Merekapun turun.
“ga masuk
dulu buat cuci muka?”, tawar Morgan. Christy menggeleng. Christy malah menatap
lekat Morgan.
Tiba-tiba
Christy melingkarkan tangannya dileher Morgan dan dengan susah payah berjinjit
mencium tipis bibir Morgan. Morgan terkesiap dengan sikap Christy. Bagaimanapun
ini kali pertama bagi Morgan. Christy hanya tersenyum lembut.
“Hati-hati,
ya. Jaga dirimu baik-baik.”, pesan Christy seraya mengusap pipi Morgan lembut.
“Harusnya
aku yang bilang gitu, Chris. Kamu kenapa hari ini? Kamu aneh.”, tanya Morgan.
“Kamu ga
suka?”
“Bukan gitu,
tapi kamu buat aku takut. Apa kamu baik-baik aja?”, Christy hanya mengangguk
mantap.
“Terimakasih
untuk hari ini ya, morgan-ku!”, Christy kemudian masuk ke mobil,
mengambil kotak yang tadi dibeli.
“Bukanya di
dalem aja.”, Christy menyerahkan kotak tadi ke Morgan. Christy kemudian masuk
mobil dan melambai pada Morgan.
“Terimakasih
untuk semuanya, yah!” dan Christy langsung menjalankan mobilnya tanpa
membiarkan Morgan mengucapkan selamat jalan.
‘Cewek
aneh.‘. pikir Morgan sambil berjalan ke basecame nya.
“permisi.”,
sapa Morgan sambil membuka pintu.
“Ya! Morgan
baru pulang?”, tanya Ilham. Morgan tersenyum.
“Ya
begitulah.” Morgan menyerahkan goody bag untuk Ilham.
“buat aku?”,
ilham tampak girang dan berlari ke sofa hendak memamerkan ke kakanya yang lain.
“Ada apa?”,
Bisma bertanya melihat kejanggalan di wajah Morgan. ilham yang tadinya girang
akan memulai acara pamernya, jadi menoleh ke arah Morgan.
“gada papa.
Cuma Christy aneh hari ini. Dia nganterin aku ke basecame gak seperti
biasanya. Dia juga pesan untuk jaga diriku dan berterimakasih untuk semuanya.”,
Morgan duduk setelah mengambil segelas air.
“Cuma
perasaanmu aja. Jangan terlalu dipikirkan.”, Rafarl mencoba menjawab keheranan
Morgan. Morgan mengangguk. “Apa itu Gan?”, tanya Reza menunjuk kotak ditangan
Morgan.
“Ah,
entahlah. Dari Christy.”, Morgan kemudian membuka kotak tadi. Isinya adalah
keramik berbentuk bunga tulip merah. Cantik sekali. Bunga kesukaan Christy.
“kayakknya
mahal. Dari luar negeri yah gan?”, Reza menimpali lagi setelah melihat tulisan
dibawah keramik tadi. Dari Inggris.
“Dasar,Christy.
Dia suka memberiku barang-barang yang belum bisa kubalas.”, Morgan berkata
lirih sambil tersenyum.
“Ah, benar
kan! Dia itu menyukaimu!”, cetus Ilham.
“Jangan
mengada-ada. Aku mandi dulu.”, pamit Morgan.
“Yaeeaayy
Morgan akhirnya punya pacar.”, goda Rafael
“Ah, kenapa
harus punya pacar sih!”, Ilham nampak tak terima.
“Hey, kamu
sendiri punya pacar.”, Rezab gemas menjenggit rambut Ilham.
“Ah,
kakaaaaaakkk!!!”, ilham merajuk atas perlakuan Reza. Morgan tertawa bersama
yang lain. Dia lalu menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
Satu hal
yang Morgan tak ketahui, malam itu adalah malam terakhir Ia mendengar suara
Christy. Hari terakhir yang sengaja Tuhan penuhkan dengan tawa bahagia bagi
Christy. Kenangan terakhir untuk Christy dan Morgan.
***
“Selamat
Ulang Tahun, Chris. Apa kabarmu hari ini? Aku kangen kamu.”, Morgan menyerahkan
tulipa sharonensis kesukaan Christy. Morgan mengusap nisan dingin
berukirkan nama Christy Saura yang selama ini ia rindukan.
Wajah Morgan
berubah sendu mengingat gadis yang ia cintai ini. Ya, Morgan mencintai
gadis itu. Tapi ia belum sempat mengungkapkan perasaannya. Dia merasa belum
pantas saat itu. Morgan masih menjadi trainee pada saat itu. Dia merasa
belum sukses. Dia takut tak bisa membahagiakan Christy nantinya. Dan hatinya
semakin hancur saat mengetahui perasaan Christy yang ternyata juga menyukainya.
Morgan mengetahuinya setelah ia membaca buku harian Christy yang diberikan
orang tuanya.
Disana
Christy menuliskan semua perasaannya pada Morgan. Morgan berencana menyatakan
cintanya setelah debut album pertamanya bersama SMASH. Tapi takdir Tuhan
berkata lain. Christy tewas dalam kecelakaan fatal. Malam itu setelah mengantar
Morgan ke basecame, Christy mengalami kecelakaan dengan truk. Pengendara
truk yang mengantuk kehilangan keseimbangan. Akibatnya truk oleng dan muatannya
yang berupa batu-batu besar menimpa mobil Christy yang sialnya ada tepat
disamping truk itu. Hara sempat dilarikan kerumah sakit, dia koma. Tapi setelah
dua hari, Christy menghembuskan nafas terakhirnya. Tidak ada selamat jalan yang
terucap. Tidak ada kata cinta yang terungkap. Morgan hanya menyesalkan satu
hal. Andai dia tak membiarkan Christy menyetir sendiri malam itu. Andai ia
sempat menyatakan cintanya pada Christy.
Mendung
langit Jakarta sudah berangsur berlalu meski masih berderai gerimis lembut dari
Sang Penguasa Langit. Masih dibawah payung hitamnya, Morgan memejamkan matanya
dan tak sadar sebulir air matanya terjatuh menuruni siluet wajahnya. Hatinya
tak pernah luntur pada gadis itu. Bagaimanapun, Christy adalah gadisnya
yang pertama. Hatinya sudah terlanjur tertawan gadis lugu itu. Membawa
kepingannya bersama keabadian.
Morgan
merasakan ada tangan yang menyentuh bahunya. Memaksanya terbangun dan
menghadapi kenyataan.
“Morgan, ada
yang mencarimu.”
“Ah, ya
terimakasih, Cher.”, Morgan menoleh padaku dan tersenyum seperti biasanya. Dia
kembali mengenakan kacamatanya. Menutupi jejak kepedihan yang sempat terbulir
melewati mata indahnya.
“Maaf,
membuatmu meninggalkan toko bungamu.”, Morgan
“Eh, tidak
apa-apa, tokoku malah dijagakan oleh adik mu. Dia ramah sekali. Malah
tokoku jadi ramai dikunjungi, ada artis besar yang berjualan bunga di toko
bungaku.”, aku tertawa sendiri berharap Morgan sedikit terhibur. Dia tertawa
ringan, tapi aku tak tahu bagaimana hatinya.
Aku
menemaninya berjalan menghampiri dua pria yang dikenal sebagai Bisma dan
Rafael. Mereka tampak mahfum dengan kelakuan Morgan.
“Ayo, jadwal
kita padat.”, si Rafael mengingatkan.
“Kamu juga
harus segera menghentikan tingkah konyol Ilham dan Reza sebelum toko ini
berubah menjadi kapal pecah.”, Bisma menimpali. Morgan hanya tertawa.
Kami
berempat meninggalkan pemakaman beriringan dalam sunyi. Untunglah sesampainya
di toko, hanya ada beberapa pelanggan yang datang. Beberapa dari mereka cukup
terkejut dengan kehadiran Ilham dan Reza sebagai penjual bunga.
“Ah,Morgan!
Sudah ketemu rummpphhfftt”, seru ilham tanpa dosa yang membuat pelanggan lain
jadi tahu kalau ada member SMASH lain yang hadir. Dicky
menggelengkan kepalanya. Reza segera membekap mulut Ilham dan menariknya ke
mobil.
“Maaf. Dia
memang berlebihan.kami permisi.”, Bisma mohon diri
“Ayo,
Morgan.”, ajak Rafael.
“permisi cher,
kita pergi dulu. Makasih buat semuanya”, ucap Morgan
“Iyah
sama-sama.”, jawabku
“Percayalah,
Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk kalian berdua.”, aku menyemangatinya.
Morgan tersenyum dan kembali membuka payung hitamnya.
Kulihat ia
berjalan menuju mobilnya diseberang jalan. Dia tampak tersenyum saat berbincang
dengan Ilham sebelum naik ke mobil. morgan sempat melambai padaku sebelum mobil
mereka berlalu.
Hidup memang
terkadang terasa tidak adil. Apa yang terlihat dari luar belum tentu sama dengan
yang disimpan dalam hati. Morgan mungkin tampak bahagia dengan hidupnya, tapi
dia tetap menyimpan luka hatinya rapat-rapat dibalik senyumnya.
Matahari
mengintip dibalik langit Jakarta. Gerimis pun perlahan berhenti. Kurasa
begitupun hidup. Akan berubah sesuai porsinya dan indah pada waktunya
End~
maaf kalo
ceritanya gaje :)
tapi tetep
butuh komen + like nya laaah~
biar
semangat gitu lanjut cerbungnya :p
-widi-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar