Minggu, 06 April 2014

Cerpen Dibalik Senyum



Dibalik Senyum
22 Maret 2013 pukul 17:16
haaayy aku bawa cerpen.
kali ini disponsori oleh salah satu ftv yang aku tonton haha
gak tau kenapa tiba-tiba terinspirasi buat cerpen ini.
ini juga sebagai ganti aku belum bisa post cerbung I Love You Christy, soalnya aku masih bingung sama alurnya u,u
yaudahlah langsung aja, hope you like guys :))))


Cast : 
  • Morgan Smash
  • Christy Chibi
  • Cherly Chibi

Jakarta, 2013

Langit tampak tak bersahabat akhir Maret ini. Seperti langit musim dingin pada umumnya, gerimis kecil menyapa setiap kulit yang tak terlindung mantel ataupun payung. ku rapatkan mantel hangat coklatku dan bergegas berjalan. Kulihat sudah banyak orang beraktifitas diluar. Aku, Cherly orang biasa memanggilku begitu, berjalan menuju toko bungaku.

Akhirnya aku sampai di tujuanku. Kubuka toko bunga kecilku. Kurapikan mantel dan segera menjajakkan beberapa pot bunga di luar tokoku. Aku sedang sibuk menumpuk pot bunga orchid saat seseorang mengagetkanku dari belakang meski dengan suara lembutnya.

permisi.
“Ya Tuhan! Eh iya maaf.”, aku berbalik dan masih terkejut saja. Dia datang lagi.Lelaki bermantel hitam itu berdiri tegak dibelakangku. lelaki ini yang sudah menjadi pelanggan tetapku sejak…
“Buka lebih awal? Sorry ngagetin.”, dia membalas mengulas senyum yang selalu mencapai mata. Masih bisa kulihat meski dia mengenakan aksesoris wajibnya, kacamata hitam. Dia melipat payung hitamnya, dan meletakkannya di sisi pintu tokoku.
“Sebenarnya kamu yang datang terlalu pagi. Tidak apa-apa. Ayo masuk dulu Mas Morgan.”. Dia, Morgan Handi Winata, dan ya dia adalah artis yang dikenal sebagai salah satu anggota SMASH.
“Bukankah seharusnya kamu masih Tour? Aku kira belum selesai, kan?”, tanyaku.

Lelaki berperawakan tinggi itu mengikutiku ke dalam toko, masih dengan senyumnya. Kurasa senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
“Memang, tapi aku pulang ke Jakarta untuk menjenguknya. Dan udah sering aku  bilang. Panggil aku Morgan saja tanpa mas. Kayak orang baru kenal aja.”

Aku hanya tertawa kecil menanggapi argumen terakhirnya. Dia memang selalu terlihat sedikit kesal saat aku menggodanya dengan menambahkan mas dibelakang namanya. Mungkin memang aku hanya bertemu dengannya sebulan sekali, tapi jika dikalikan enam tahun kurasa bisa dibilang kami saling mengenal cukup baik. Dia tampak melihat-lihat koleksi bunga terbaru yang ada di etalase.

“Itu varian baru bunga orchid, indah kan? Warna ungu dalam balutan kelopak putihnya begitu cantik.”. Dia hanya mengangguk menanggapiku. Dia kembali berjalan dan melihat-lihat tanaman hias. Dia berjalan menuju etalase bunga tulip dekat jendela. Tangannya membelai satu-satu kelopak merahnya. Mata dibalik kaca hitam itu tampak menerawang menatap langit kelabu diatas sana. Aku sempat meliriknya sekilas saat sedang menyiapkan buket pesanannya.

Pesanan? ngomong-ngomong soal pesanan, sebenarnya untuk tiga bulan pertama dia masih memesannya padaku. Menyebutkan detilnya, maksudku. Tapi di bulan ke empat aku mulai hapal dan langsung membuatkannya tanpa dia minta. Setidaknya dia memesan bunga yang sama untuk hampir enam tahun terakhir. Aneh mungkin, tapi sepertinya tulipa sharonensis sangat berarti untuknya. Tulip merah merona yang cantik, melambangkan kenangan cinta sejati. Kedengarannya cengeng, ya? Tapi aku bisa memahaminya. Aku baru tahu kenyataannya setahun setelah dia menjadi pelangganku.

Aku segera menyelesaikan buket bunga pesanannya dan membungkusnya.
“Maaf. Pesananmu baru datang. Karena musim dingin seperti ini agak sulit untuk tulip yang notabene adalah bunga musim panas. Ini.”, kataku sambil menyerahkan buket bunga tadi. Memang beberapa hari lalu dia sudah datang, tapi bunga pesanannya, tulip merah, belum datang.
“gapapa. Buatkanlah untukku saat aku datang dan bunganya ada. Jadi berapa?”, tanyanya setelah menerima buketnya.
“lima puluh ribu saja.”, jawabku tersenyum. Dia tampak menarik beberapa lembar uang dari dompetnya. Bisa kulihat ada sebuah foto kecil di sudut dompetnya. Foto Morgan bersama seorang gadis cantik yang ternyata menjadi alasannya berlangganan bunga di tokoku.
“Ambil saja kembaliannya.Terimakasih.”, dia memberiku uang lebih dan menolak kembaliannya.
“Harusnya aku yang berterimakasih.”. Aku lalu mengantarnya menuju pintu. Rinai gerimis kecil masih menghias jua.
“Masih gerimis. Mau langsung pergi?”, tanyaku.
“gapapa. cuma sebentar.”
“Hati-hati, ya!”
“iya.”, jawab Morgan sambil tersenyum dan  kembali membuka payung hitamnya.

Kuperhatikan punggungnya berlalu, menuju tempat kunjungan rutinnya enam tahun terakhir yang memang hanya berjarak 200 meter dari tokoku. Gadis itu sungguh beruntung, mendapat hati suci seorang pria baik seperti Morgan.

Aku sendiri mengetahui cerita ini dari member grup nya, Ilham – yang memang terkenal tidak bisa menjaga rahasia, saat Morgan pernah mengajaknya ikut kemari. Dari cerita itu jugalah aku bisa menemukan sisi lain seorang Morgan Handi Winata dibalik senyum malaikat yang selalu menghiasi wajahnya.



***
Jakarta, 2006

“Gan, Morgaaaaaan , mau kemana?”, Ilham tergopoh mengejar langkah Morgan yang sudah mendahuluinya.
“Pulang ke Basecame.”
“yaa aku tau itu. Maksudku habis ini?”,Ilham cemberut. Mereka baru saja keluar dari tempat latihan Dance nya.
“Nemuin Christy. Kenapa?”, Morgan tertawa melihat ekspresi Ilham. Morgan tahu Ilham tidak suka Christy, maksudnya cemburu. Bagi Ilham, Christy adalah perebut Morgan darinya. #ceritanya ilham sangat dekat dengan morgan
“kenapa sih harus nemuin dia?”, ketidaksukaan sangat kental di nada bicaranya. Morgan hanya tertawa lagi melihat Ilham tampak mengerucutkan bibirnya.
“Suka-suka Morgan lah dia mau menemui siapa. Dasar anak merepotkan.”, Reza menoyor kepala Ilham tiba-tiba. Entah sejak kapan Reza ada dibelakang Ilham.
“Weh?? Kenapa mesti noyor sih kak!”, teriak Ilham ke Reza dengan nada kekanakan.
“Dasar berlebihan.”
“Udahlah ga usah ribut. Malu kali, kalian udah dewasa.”, Morgan melerai mereka. Ilham  tampak membuang muka dan bergumam kesal tak jelas. Ada-ada saja tingkah dua member termuda SMASH ini.

Morgan adalah pria sederhana. Dia memilih naik bus setiap akan mengunjungi rumah Christy. Tiga puluh menit perjalanan dalam bus terasa begitu cepat bagi Morgan hari itu. Dia merindukan christy. Morgan muda tidak tahu harus menyebutnya apa, tapi selalu ada debaran aneh tersendiri tiap bertemu Christy. Debar aneh yang memenuhi rongga dadanya, serasa ada puluhan kupu-kupu terbang dalam perutnya. Aneh, tapi Morgan menikmati sensasi itu. Senyuman tak akan pernah lepas dari bibirnya jika sudah menyangkut nama Christy.
Sudah lima bulan sejak terakhir dia bertemu Christy. Dia ingin bercerita banyak pada Christy tentang masa training nya ke Christy. Morgan turun dari bus dan berjalan menuju komplek tempat kediaman keluarga Unu. Morgan memasuki gerbang rumah Christy dan menyapa security yang sudah ia kenal baik.

“Kamu selalu datang lebih awal. Ayo masuk, duduk aja dulu.”, Morgan tersenyum melihat sambutan hangat Christy yang belum selesai bersiap-siap. Morgan mengikutinya masuk dan duduk di sofa depan.
“Tunggu sebentar. Aku mau nerusin ini.”, Christy menunjuk gelungan roll rambutnya. Morgan mengangguk dan tersenyum membiarkannya berlalu.

Tak lama kemudian Christy keluar dari kamarnya. Dia mengenakan dress hijau cerah bermotif dengan tali gantung sebesar jari di kedua sisi lengannya. Dia tampak bersinar dan cantik.

“Ah, terpesona ya???”, goda Christy. Siapa yang tidak? Tapi Morgan lebih memilih tersenyum dan langsung mengambil gambar Christy dengan ponselnya.
“Hey!! Kenapa kamu ngambil gambarku dengan cara begitu!!!”, sekarang terjadi adegan kejar-kejaran kecil diruang tamu rumah Christy. Christy merajuk dan coba merebut ponsel Morgan. Tapi tinggi Christy yang notabene hanya 156 sentimeter menyulitkannya saat Morgan mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
“gapapa. Gambarnya bagus.”
“Bagus apanya! Siniin!”
“ngga papa. Kamu keliatan…”, ucap Morgan menggantung.
“Terlihat apa? Ayolah Morgan. Siniin hp nyaa.”, Christy masih berjinjit mencoba meraih ponsel Morgan.
“Kamu… Terlihat cantik.”, sambung Morgan ragu  karena bukanlah keahlian Morgan untuk “merayu” wanita. Meski lirih, Christy jelas mendengar pujian tadi. Chrsty langsung menghentikan kegiatannya dan melengos dari pandangan Morgan. Mereka berdua sukses merona akut.

“Ayo, nanti kita malah gak jadi pergi.”, Christy berbalik cepat dan berjalan lebih dulu untuk mengusir kecanggungan yang Morgan ciptakan.
“Photonya?”, goda Morgan melambaikan ponselnya. Christy mendelik dan menggembungkan pipinya. Lucu sekali. Morgan hanya tersenyum geli melihat tingkah Christy. Mereka akhirnya pergi dengan sedan hitam Christy.
“Kita mau kemana?”
“Ke Tanah Abang.”, Christy nampak bersemangat.
“Untuk apa ke pasar?”
“Ada sesuatu yang mau aku ambil. Udah dipesan dari dulu.”.  Morgan hanya mengangguk dan menyetir ke tujuan pertama.

Sebenarnya Morgan Dan Christy saling mengenal saat pertama kali mereka sama-sama melamar menjadi trainee di Tarra Entertaintment. Tapi kebersamaan mereka yang hanya sebentar itu ternyata berlanjut menjadi hubungan pertemanan. Christy sendiri tidak diterima menjadi trainee di Tarra. Dia meneruskan pendidikannya di jalur formal. Meski terpisah jarak, hubungan mereka tetap terjaga bertahun-tahun. Christy menyukai Morgan, tapi Christy tidak tahu bagaimana perasaan Morgan padanya. Bagi Christy, status tidaklah penting. Bisa dekat dengan Morgan aja itu udah cukup untuknya.

Tak lama menyetir, Morgan dan Christy sudah sampai di Pasar Tanah Abang. Suasana belum begitu ramai siang itu. Christy menggandeng Morgan menyusuri jalan ke penjual tujuan Christy.

“Aaa..non Christy udah dateng.”, sapa seorang bapak paruh baya.
“Siang! Apa kabar pak! Pesananku udah ada?”, sapa Christy.
“Kamu emang selalu bersemangat. Tunggu sebentar ya.” bapak tadi masuk ke bilik dalam tokonya mengambil pesanan.
“Kamu udah kenal lama sama bapak tadi?”, tanya Morgan.
“Pak Baban? Ya, bisa dibilang gitu. Aku sering mencari literatur kuliahku disini. Dan dia sangat baik.”. pak Bababn keluar dan membawa beberapa buku dan sebuah kotak berukuran sedang.
“Ini pesananmu.”, Pak Baban tersenyum menyerahkan pesanan Christy.
“Ah, apa kamu pacar non Christy? Dia sering cerita tentang kamu.”, celetuk Pak Baban ke arah Morgan.
“apa?”, Morgan agak terkejut ditunjuk begitu. Dia terbengong sesaat.
“Ahahaha, bapak bicara apa. Jangan bercanda!”,Christy tertawa aneh mencoba mengalihkan pembicaraan. “Berapa semuanya?”
“Ah, limabelas ribu aja. Tapi bukannya..”, ucap Pak Baban yang tak sempat meneruskan kata – katanya karena Christy keburu melotot panik ke arahnya. Pak Baban kemudian malah tertawa dengan tingkah Christy.
ya ya ya. Anak muda jaman sekarang.”
Morgan yang masih bingung hanya menatap dua orang didepannya dengan senyum linglung.
“Makasih pak.”, Christy membayar sejumlah uang.
“yaa. Datang lagi lain kali kalo butuh sesuatu ya.”,Christy berlalu. Morgan masih menatap Christy dengan penasaran
“kenapa liatinnya gitu banget sih?”, tanya Christy.
“gapapa. Cuma aku masih penasaran sama apa yang bapak tadi bilang.”
“Ah, jangan dianggap serius. Bapak tadi emang suka bercanda.”,Christy mengibaskan tangannya di depan wajah Morgan.
“gimana kalo aku anggap itu serius?”, Morgan tampak menggoda Christy lagi.
“ih jail banget!”, Christy nampak kesal digoda begitu. Morgan tertawa menang dengan godaannya yang berhasil.
“Hey, lihat itu. Kalungnya cantik.”, Morgan tiba-tiba menunjuk sebuah kalung ditepian toko lain. Christy memutar bola matanya
“Berapa harganya, mbak?”, tanya Morgan pada penjualnya.
“150.000.”
“Mau beli?”, tanya Christy. Morgan hanya mengangguk dan tampak memilih-milih kalung lain. “250.000 aja sama yang ini.gimana?”, tawar Morgan mengambil satu kalung lain.
“Baiklah.”, Morgan membayar dua kalung tadi dan mengajak Christy kembali ke mobil.
“buat apa beli dua?”, tanya christy. Morgan tersenyum dan berhenti. Dia merogoh salah satu kalung tadi.
“Yang cantik ini buat kamu .”, Morgan berputar kebelakang Christy dan memakaikan kalung tadi. “Mungkin memang bukan barang mahal.”
“Tapi aku suka.” Christy  memotong kata-kata Morgan.
“Yang satunya?”, sambungnya.
“Buat Ilham. Kamu tahu, bagi dia kamu udah merebut aku dari sisinya.”, mereka berdua tertawa dengan perkataan Morgan. Jantung mereka berdebar sore itu. Bahagia.
Setelah jalan-jalan di kawasan Tanah Abang mereka memutuskan untuk makan siang sebentar. Setelah itu Christy mengajak Morgan ke Anyer. Christy ingin menghabiskan sore mereka untuk jalan-jalan di  pantai. Christy sangat menyukai pantai.

Anyer tidak pernah mengecewakan. Juli sore itu begitu cantik. Matahari bersinar teduh di ufuk barat menyiratkan garis-garis jingga keunguan di kanvas langit berawan tipis. Hari itu tak seperti biasanya, Anyer tak sepadat hari-hari weekend. Membuat suasana menjadi terasa lebih romantis. Morgan menatap sendu Christy yang sudah asyik berlarian bermain ombak. Christy, dia benar-benar gadis yang mengacaukan hati Morgan. Tawanya, mata indahya, tubuh mungilnya, aroma tubuh dan rambut bergelombang sepunggungnya yang selalu membuat Morgan tak bisa tidur hanya demi mengingatnya. Christy melambai memanggil nama Morgan, membuyarkan segala lamunan indahnya.

“Jadi hari ini kamu sengaja libur?”, tanya Christy.
“Ya. Aku minta libur hari ini. Dan tumben Daddy Dino ngijinin.”, mereka menyusuri pantai beruntutan.
“aku dengar sebentar lagi kamu akan debut bersama grup sebagai boyband. Itu bener?” tanya Christy.
“Iyah, darimana kamu tahu?”, Morgan berhenti dan menoleh ke Christy. Christy tidak langsung menjawab. Christy malah salah tingkah tertangkap basah menjadi stalker Morgan. Justru Morgan baru akan menceritakannya pada Christy. Christy berjongkok dan pura-pura memungut cangkang kerang dekat kakinya.
“Benar. Aku akan didebutkan bersama 6 member lain yang sudah terpilih.”, merasa tak mendapat jawaban Morgan hanya tersenyum melihat tingkah Christy dan meneruskan berjalan.
“Ah, kamu pasti akan lebih sibuk lagi”, ucap Christy lirih dan memandang jauh ke depan. Ke langit senja yang jingganya semakin menua.

Christy kemudian bangkit dan berlari tiba-tiba menubruk punggung Morgan. Christy memeluk Morgan dari belakang.
“Ada apa?”, Morgan agak terkejut. Tangan Christy merayap di otot perut Morgan yang belum terbentuk. Christy tak menjawab. Ia malah sibuk menenggelamkan wajahnya di punggung Morgan, menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya. Menyesapnya seolah ingin merekamnya di dalam ingatan terdalam Christy, menyimpannya baik-baik di sudut hati yang terdalam. Christy tak ingin kehilangan Morgan. Morgan sendiri yang awalnya sudah merasakan debar aneh, sekarang semakin kacau. Detak jantungnya meracau, wajahnya memerah. Hatinya tak karuan, serasa kupu-kupu yang tadinya ada di dalam perutnya membuncah dan berebutan terbang keluar. Sensasi yang dirasakan hatinya semakin tak terjelaskan logika.
“Jangan lupain aku yah kalau kamu jadi terkenal nanti.”, Christy mengulas senyum saat mengatakannya. Tangan Christy merayap ke dada Morgan dan menautkan dikedua bahunya.
“Kenapa kamu ngomong gitu? ga mungkin aku lupain kamu. Kamu sahabat terbaik aku.”, Morgan mengambil tangan Christy. Menautkan kembali ke perutnya sendiri, kemudian memeluk tangan Christy erat. Christy menyandarkan kepalanya di lekukan punggung Morgan. Sahabat? Ada sirat sedih di mata Christy yang tidak dilihatMorgan. Mereka terdiam agak lama. Senja menjadi saksi bisu kedekatan mereka berdua. Langit meredup berganti cahaya temaram bulan yang sendu. Hari itu, terucap ataupun tidak, adalah hari yang paling membahagiakan bagi Christy, bahkan tak peduli jika perasaannya tak terbalas, jika dia pun tak akan merasakan mentari esok pagi, dia akan tetap mencintai Morgan sampai kapanpun.
“Ayo pulang.”, Christy melepas pelukannya. Dia merajuk dan menarik tangan Morgan untuk kembali ke mobil. Morgan mengangkat alisnya. Tapi tak urung menurut juga. Mereka menuju ke sedan hitam Christy.
“Kita ke basecame kamu dulu, ya. Nanti biar aku menyetir sendiri ke rumah.”, kata Christy.
“Tapi biasanya aku yang nganterin kamu pulang dulu baru aku pulang naik bus ke basecame.”, Morgan makin heran.
“Sekali-kali. Ayolah.”, Morgan hanya menuruti keinginan Christy. Mereka hanya terdiam sepanjang perjalanan pulang. Christy nampak lelah. Morgan sebenarnya tak tega Christy pulang sendiri. Dia lebih suka memastikan Christy aman terlebih dahulu baru ia pulang naik bus. Tapi Christy adalah gadis keras kepala, ia tidak akan mendengar argumen orang lain saat sudah memiliki keinginan.

Dua jam berlalu dalam sunyi. Morgan membiarkan Christy tertidur. Morgan berhenti tepat didepan basecame. Dia memperhatikan wajah damai Christy yang tertidur. Kemudian membelai sisi wajah Christy dan menyampirkan poni-poni kecil rambutnya kebelakang telinga Christy. Christy menggeliat terbangun.

“udah sampai yah.”, gumam Christy. Morgan tersenyum. Merekapun turun.
“ga masuk dulu buat cuci muka?”, tawar Morgan. Christy menggeleng. Christy malah menatap lekat Morgan.
Tiba-tiba Christy melingkarkan tangannya dileher Morgan dan dengan susah payah berjinjit mencium tipis bibir Morgan. Morgan terkesiap dengan sikap Christy. Bagaimanapun ini kali pertama bagi Morgan. Christy hanya tersenyum lembut.

“Hati-hati, ya. Jaga dirimu baik-baik.”, pesan Christy seraya mengusap pipi Morgan lembut.
“Harusnya aku yang bilang gitu, Chris. Kamu kenapa hari ini? Kamu aneh.”, tanya Morgan.
“Kamu ga suka?”
“Bukan gitu, tapi kamu buat aku takut. Apa kamu baik-baik aja?”, Christy hanya mengangguk mantap.
“Terimakasih untuk hari ini ya, morgan-ku!”, Christy kemudian masuk ke mobil, mengambil kotak yang tadi dibeli.
“Bukanya di dalem aja.”, Christy menyerahkan kotak tadi ke Morgan. Christy kemudian masuk mobil dan melambai pada Morgan.
“Terimakasih untuk semuanya, yah!” dan Christy langsung menjalankan mobilnya tanpa membiarkan Morgan mengucapkan selamat jalan.
Cewek aneh.‘. pikir Morgan sambil berjalan ke basecame nya.
“permisi.”, sapa Morgan sambil membuka pintu.
“Ya! Morgan baru pulang?”, tanya Ilham. Morgan tersenyum.
“Ya begitulah.” Morgan menyerahkan goody bag untuk Ilham.
“buat aku?”, ilham tampak girang dan berlari ke sofa hendak memamerkan ke kakanya yang lain.
“Ada apa?”, Bisma bertanya melihat kejanggalan di wajah Morgan. ilham yang tadinya girang akan memulai acara pamernya, jadi menoleh ke arah Morgan.
“gada papa. Cuma Christy aneh hari ini. Dia nganterin aku ke basecame gak seperti biasanya. Dia juga pesan untuk jaga diriku dan berterimakasih untuk semuanya.”, Morgan duduk setelah mengambil segelas air.
“Cuma perasaanmu aja. Jangan terlalu dipikirkan.”, Rafarl mencoba menjawab keheranan Morgan. Morgan mengangguk. “Apa itu Gan?”, tanya Reza menunjuk kotak ditangan Morgan.
“Ah, entahlah. Dari Christy.”, Morgan kemudian membuka kotak tadi. Isinya adalah keramik berbentuk bunga tulip merah. Cantik sekali. Bunga kesukaan Christy.
“kayakknya mahal. Dari luar negeri yah gan?”, Reza menimpali lagi setelah melihat tulisan dibawah keramik tadi. Dari Inggris.
“Dasar,Christy. Dia suka memberiku barang-barang yang belum bisa kubalas.”, Morgan berkata lirih sambil tersenyum.
“Ah, benar kan! Dia itu menyukaimu!”, cetus Ilham.
“Jangan mengada-ada. Aku mandi dulu.”, pamit Morgan.
“Yaeeaayy Morgan akhirnya punya pacar.”, goda Rafael
“Ah, kenapa harus punya pacar sih!”, Ilham nampak tak terima.
“Hey, kamu sendiri punya pacar.”, Rezab gemas menjenggit rambut Ilham.
“Ah, kakaaaaaakkk!!!”, ilham merajuk atas perlakuan Reza. Morgan tertawa bersama yang lain. Dia lalu menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
Satu hal yang Morgan tak ketahui, malam itu adalah malam terakhir Ia mendengar suara Christy. Hari terakhir yang sengaja Tuhan penuhkan dengan tawa bahagia bagi Christy. Kenangan terakhir untuk Christy dan Morgan.


***

“Selamat Ulang Tahun, Chris. Apa kabarmu hari ini? Aku kangen kamu.”, Morgan menyerahkan tulipa sharonensis kesukaan Christy. Morgan mengusap nisan dingin berukirkan nama Christy Saura yang selama ini ia rindukan.

Wajah Morgan berubah sendu mengingat gadis yang ia cintai ini. Ya, Morgan mencintai gadis itu. Tapi ia belum sempat mengungkapkan perasaannya. Dia merasa belum pantas saat itu. Morgan masih menjadi trainee pada saat itu. Dia merasa belum sukses. Dia takut tak bisa membahagiakan Christy nantinya. Dan hatinya semakin hancur saat mengetahui perasaan Christy yang ternyata juga menyukainya. Morgan mengetahuinya setelah ia membaca buku harian Christy yang diberikan orang tuanya.

Disana Christy menuliskan semua perasaannya pada Morgan. Morgan berencana menyatakan cintanya setelah debut album pertamanya bersama SMASH. Tapi takdir Tuhan berkata lain. Christy tewas dalam kecelakaan fatal. Malam itu setelah mengantar Morgan ke basecame, Christy  mengalami kecelakaan dengan truk. Pengendara truk yang mengantuk kehilangan keseimbangan. Akibatnya truk oleng dan muatannya yang berupa batu-batu besar menimpa mobil Christy yang sialnya ada tepat disamping truk itu. Hara sempat dilarikan kerumah sakit, dia koma. Tapi setelah dua hari, Christy menghembuskan nafas terakhirnya. Tidak ada selamat jalan yang terucap. Tidak ada kata cinta yang terungkap. Morgan hanya menyesalkan satu hal. Andai dia tak membiarkan Christy menyetir sendiri malam itu. Andai ia sempat menyatakan cintanya pada Christy.

Mendung langit Jakarta sudah berangsur berlalu meski masih berderai gerimis lembut dari Sang Penguasa Langit. Masih dibawah payung hitamnya, Morgan memejamkan matanya dan tak sadar sebulir air matanya terjatuh menuruni siluet wajahnya. Hatinya tak pernah luntur pada gadis itu. Bagaimanapun, Christy adalah gadisnya yang pertama. Hatinya sudah terlanjur tertawan gadis lugu itu. Membawa kepingannya bersama keabadian.

Morgan merasakan ada tangan yang menyentuh bahunya. Memaksanya terbangun dan menghadapi kenyataan.
“Morgan, ada yang mencarimu.”
“Ah, ya terimakasih, Cher.”, Morgan menoleh padaku dan tersenyum seperti biasanya. Dia kembali mengenakan kacamatanya. Menutupi jejak kepedihan yang sempat terbulir melewati mata indahnya.
“Maaf, membuatmu meninggalkan toko bungamu.”, Morgan
“Eh, tidak apa-apa, tokoku malah dijagakan oleh adik mu. Dia ramah sekali. Malah tokoku jadi ramai dikunjungi, ada artis besar yang berjualan bunga di toko bungaku.”, aku tertawa sendiri berharap Morgan sedikit terhibur. Dia tertawa ringan, tapi aku tak tahu bagaimana hatinya.
Aku menemaninya berjalan menghampiri dua pria yang dikenal sebagai Bisma dan Rafael. Mereka tampak mahfum dengan kelakuan Morgan.
“Ayo, jadwal kita padat.”, si Rafael mengingatkan.
“Kamu juga harus segera menghentikan tingkah konyol Ilham dan Reza sebelum toko ini berubah menjadi kapal pecah.”, Bisma menimpali. Morgan hanya tertawa.


Kami berempat meninggalkan pemakaman beriringan dalam sunyi. Untunglah sesampainya di toko, hanya ada beberapa pelanggan yang datang. Beberapa dari mereka cukup terkejut dengan kehadiran Ilham dan Reza sebagai penjual bunga.

“Ah,Morgan! Sudah ketemu rummpphhfftt”, seru ilham tanpa dosa yang membuat pelanggan lain jadi tahu kalau ada member SMASH  lain yang hadir. Dicky menggelengkan kepalanya. Reza segera membekap mulut Ilham dan menariknya ke mobil.
“Maaf. Dia memang berlebihan.kami permisi.”, Bisma mohon diri
“Ayo, Morgan.”, ajak Rafael.
“permisi cher, kita pergi dulu. Makasih buat semuanya”, ucap Morgan
“Iyah sama-sama.”, jawabku
“Percayalah, Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk kalian berdua.”, aku menyemangatinya. Morgan tersenyum dan kembali membuka payung hitamnya.

Kulihat ia berjalan menuju mobilnya diseberang jalan. Dia tampak tersenyum saat berbincang dengan Ilham sebelum naik ke mobil. morgan sempat melambai padaku sebelum mobil mereka berlalu.
Hidup memang terkadang terasa tidak adil. Apa yang terlihat dari luar belum tentu sama dengan yang disimpan dalam hati. Morgan mungkin tampak bahagia dengan hidupnya, tapi dia tetap menyimpan luka hatinya rapat-rapat dibalik senyumnya.
Matahari mengintip dibalik langit Jakarta. Gerimis pun perlahan berhenti. Kurasa begitupun hidup. Akan berubah sesuai porsinya dan indah pada waktunya



End~

maaf kalo ceritanya gaje :)
tapi tetep butuh komen + like nya laaah~
biar semangat gitu lanjut cerbungnya :p



-widi-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar