Selasa, 08 April 2014

Cerpen --Hidupku untuk Hidupmu, Kak--



--Hidupku untuk Hidupmu, Kak--
19 Maret 2013 pukul 19:01
cast:
  • Christy
  • Cherly
Genre: Family_Sad


Cerpen ini terinspiirasi dari Film barat (Lupa judulnya) yang pernah diplagiati MNC TV untuk di buat versi Indonesianya, dibintangi sama Angel (Diary's Angel).

Chek this Out, Guys...!!!


“Ma, Christy ga mau donorin jantung Christy untuk kak Cherly” isak tangisku ketika Mama menarik tanganku secara paksa menuju ruang cangkok jantung.
Rasanya diri ini ingin memberontak, tapi ketika memberontak cengkraman tangan Mama semakin erat sehinggap aku pun tak mampu melepaskannya.

Sebelumnya, perkenalkan namaku Christy Saura Noela Unu. Aku anak bungsu dari 3 bersaudara. Kakak pertamaku cowok bernama Lucky, sedangkan kakak keduaku cewek bernama Cherly. Kak Cherly terlahir dengan ketidak sempurnaan, dari kecil hingga dewasa kini dia selalu sakit-sakitan, sehingga dia selalu dimanjakan oleh Mama. Berbeda dengan aku, aku mungkin seorang anak yang tak diharapkan untuk lahir, kalau pun aku diharapkan untuk lahir, aku di lahirkan untuk melengkapi kekurangan dari kakakku itu. Aku kehilangan bola mata sebelah kiriku karena harus mendonorkannya untuk kak Cherly . Sedih pastinya, tapi asalkan itu bisa membuat Mama bahagia dan bisa merubah perilakunya kepadaku, aku akan menurutinya.  Dan Kini, Mama meminta jantungku untuk didonorkan kepada kak Cherly lagi. Untuk yang satu ini aku belum bisa menurutinya. Jantung adalah kehidupanku. Apakah aku akan mampu hidup tanpa adanya jantung dalam tubuhku? Aku rasa tidak.

Pernah aku menolaknya dengan tegas, tapi sebuah perlakuan kasar dari Mamalah yang aku terima. Ingin rasanya aku lari dari kehidupan yang pahit ini, tapi bagaimana caranya? Bunuh Diri? Aku rasa Tuhan akan menolak ruh seseorang yang meninggal karena bunuh diri. Pikiranku juga tak sepicik itu, lari dari masalah dengan cara yang si-sia seperti itu.

---

“Dok, saya sudah menemukan pendonor jantung untuk anak saya” ucap Mama kepada Dokter Steven.

Dokter Steven yang melihatku tertunduk lesu seolah mengerti kalau masih ada keraguan didiriku untuk mendonorkan jantungku untuk kakakku.

“ade yakin mau mendonorkannya jantung ade?” tanya dokter Steven kepadaku, namun lidahku kelu untuk menjawab “iya”, sampai Mama mengisyaratkan mencubit pinggangku sambil berbisik, “Jawab iyah, atau Kau lihat kakakmu mati”. Aku sangat menyayangi kakakku, tapi bukan berarti hidupku ini untuknya. Aku juga masih ingin hidup. Ya Tuhan, aku bingung. Akhirnya sebuah langkah seribulah yang aku pilih. Yah, aku langsung kabur dari ruang cangkok jantung itu. Aku tau itu cara terbodoh yang aku lakukan, Mama akan semakin murka kepadaku. Tapi apa daya, aku masih ingin hidup. Mama langsung mengejarku dan meminta Papa dan kak Lucky untuk sama-sama mengejarku. Aku terlalu takut sehingga aku lari sejadinya, menyebrang jalan pun tak melihat kanan-kiri. Al hasil...

“aaaaa” teriakku ditengah jalan yang penuh dengan kendaran yang berlalu-lalang.

Sebuah mobil menabrakku, namun sempat di rem oleh sang pengemudi itu. Sehingga tidak terlalu melukaiku. Aku pikir aku sudah menghadap Illahi, jika itu yang terjadi aku sangat senang, brerakhirlah penderitaanku di dunia ini. Ternyata pikiranku salah, aku hanya tak sadarkan diri, aku dibawa sang pengemudi itu yang notabene adalah seorang pengacara terkemuka ke rumahnya yang terbilang megah.

“ade sudah sadar?” tanya Om Michael sang pengacara itu kepadaku yang melihatku sedikit demi sedikit mampu membuka mata walaupun hanya 1 mata yang tertinggal.

“saya dimana?” tanyaku dengan perasaan takut yang teramat.

“ade di rumah kami, kami mohon maaf, suami sayalah yang menabrak ade siang tadi. Syukurlah, tidak ada luka yang serius. Rumah ade dimana? Sekiranya nanti ade sudah baikan, akan kami antar ke rumah ade” jelas Istri Sang pengacara, tante Franda.

“aku ga mau pulang, Om Tante. Aku takut sama Mama”, jawabku yang makin ketakutan, sepertinya perilaku Mama telah membuatku trauma untuk pulang ke rumahku sendiri.

Tante Franda yang melihatku ketakutan langsung memelukku untuk menenangkanku. Dibelainya rambutku dengan lembut. Rasanya baru kali ini aku merasakan belaian kasih seorang Ibu. Ingin rasanya tak mau lepas dari pelukannya. Dengan hati-hati tante Franda bertanya kepadaku “Kenapa ade tidak mau pulang ke rumah ade sendiri?”. Spontan aku pun melepaskan pelukan tante Franda dan menceritakan kehidupanku kepada mereka.  Tante Franda yang Notabene seorang Psikolog sangat mengerti perasaanku. Dia terlihat iba mendengar apa yang aku derita. “Pah, kita angkat Dia sebagai anak kita saja yah?” pinta Tante Franda kepada suaminya. Yah...Selama 10 tahun pernikahan mereka, mereka belum dikaruniai seorang anak. Tak di sangka, Om Michael menolaknya, bukan berarti Dia tak menyukai kehadiranku akan tetapi aku masih mempunyai orang tua, tidak semudah itu mengangkat seorang anak, harus melalui badan hukum dan mendapat persetujuan dari orang tua anak yang bersangkutan.

“Nanti Om, akan membantu ade mendapatkan keadilan” Ucap Om Michael kepadaku.

“Maksud, Om?” tanyaku yang seolah tak mengerti pembicaraan seorang pengacara.

“Maksud Om Michael, Kami akan melaporkan orang tuamu ke KOMNAS HAM, kami pikir itu sebagai bentuk pelajaran juga untuk orang tuamu, nak” jelas Tante Franda, yang membuatku langsung berkata “Jangan”, Aku ga mau orang tuaku merasakan penderitaan di balik jeruji besi, aku sangat mencintai mereka. Walaupun perlakuan mereka tak baik kepadaku, tapi merekalah yang membuatku ada di dunia ini.

“Okelah, hanya sebatas gretakan saja kepada mereka, nak. Semoga dengan gretakkan seperti ini mereka tak berlaku kasar lagi kepada kamu dan tidak menyuruhmu untuk transplantasi jantung lagi” Terang tante Franda, aku pun menyetujuinya karena hanya sebuah gretakan dan semoga apa yang diharapkan Tante Franda terwujud.

---

Malam ini, semua keluargaku sedang berkumpul di ruang tamu berharap aku akan kembali. Harapan mereka tak sia-sia, aku hadir di hadapan mereka kini.

“akhirnya kamu datang juga, Christ” ucap Papa dengan senyumannya. Aku tau Papa tak sekejam Mama. Dia hanya tak berani menolak perintah-perintah Mama.

Mama menarik paksa tanganku, sambil mengacungkan jari telunjuknya tepat diwajah Om Michael. “Ada urusan apa Anda dengan Anak saya, atau jangan-jangan Anda yang menghasut anak saya untuk memberontak kepada saya..!!” tanya Mama kepada Om Michael.

“Mereka orang yang baik, Ma” ucapku mebela mereka.

“Lucky,  bawa Adikmu ke kamarnya. Lalu kunci biar dia tidak bisa kabur-kabur lagi” perintah Mama kepada Kak Lucky. Kak Lucky pun langsung membawaku ke kamarku, sempat aku memohon kepada kak Lucky untuk melepaskanku tapi dia terlalu taat kepada Mama. Aku tau dia terpaksa melakukan itu terlihat dari sorotan matanya, dan bisikan yang tak sengaja mampir ke telingaku, meminta maaf.

Aku yang kini berdiam di kamar masih dapat mendengar dengan sangat jelas pertengkaran di ruang tamu antara Mama dengan Om Michael-Tante Franda.

“Yang perlu Anda kecamkan baik-baik, kalau sampai Anda menyiksa anak Anda  kembali, tak sungkan-sungkan saya melaporkan Anda ke KOMNAS HAM”, kata terakhir yang terlontar dari mulut Om Michael yang berupa ancaman yang ditujukan ke Mama.

---

Keesokan harinya entah kenapa aku ingin sekali bertemu dengan kakakku, Cherly. Dengan mengendap-endap aku keluar rumah tanpa sepengetahuan Mama menuju ke Rumah sakit tempat kak Cherly di rawat.

Sesampainya di depan ruang mawar, aku membuka pintu dan aku pun menyaksikan seseorang yang teramat aku sayang terbaring lemah dengan berbagai alat menempel ditubuhnya. Aku iba sekali melihatnya. Egoiskah aku jika tak memberinya kesempatan untuk hidup normal di dunia ini? Selama hidupnya dia selalu bergantung pada orang lain. Apakah ini saatnya aku memberi kehidupanku untuknya? Aku sudah merasa hidupku tak berarti lagi, orang tuaku saja tak menyayangiku. Lantas apa lagi yang aku harapkan kalau bukan kematian?

Aku duduk di dekatnya, mengenggam erat tangannya. “Kak, mungkin hari ini, kali terakhir aku mengenggengam tangan kakak, aku tak boleh egois. Aku akan memberikan jantungku untuk kakak” ucapku pasrah yang ternyata terdengar oleh kak Cherly. “Jangan Christ, Kamu masih bisa hidup lebih lama. Sementara kakak, kakak hanya menunggu waktu saja malaikat menjemput kakak. Kakak mohon jangan sia-siakan pengorbananmu, kamu sudah berkorban banyak demi kehidupan kakak. Mata ini, menjadi bukti besarnya kasihmu kepada kakak” ucap Cherly. “Tapi, kak...”ucapku menggantung. “Tapi Mama memaksamu? Tolak Dia. Kakak rasa jika kakak tak ada, Mama akan berubah sifatnya ke Kamu, Christ. Dia akan menyayangimu” jelas Kak Cherly.  “Enggak Bisa...!! Mama hanya menginnginkan Cherly hidup bukan Christy...!! “teriak Seorang Wanita paruh baya yang tiba-tiba datang mengagetkan Aku dan kak Cherly. Kak Cherly yang lemah jantung langsung merasakan sesak dada, namun Dia masih sempat menyuruhku untuk kabur dari Mama. Tanpa pikir panjang pun aku menurutinya kembali Kabur. Mama yang pada saat itu lebih mengkhawatirkan kondisi kak Cherly tak mempedulikanku kabur darinya.

Karena saking takutnya aku, aku lari sejadinya, dan kembalilah kejadian waktu itu. Naasnya aku tertabrak oleh Truk yang melaju dengan kecepatan tinggi. Dan nyawaku tak dapat tertolong.

---

Di sebuah gundukan yang masih basah tertulis sebuah Nisan “Christy Saura Noela Unu”, yah kini jasadku bersayam dalam kubangan tanah berukuran 2x1 meter, terlihat beberapa orang menangisi kepergianku. Satu yang membuat aku merasa akhirku ini tak sia-sia yakni melihat kak Cherly sudah dapat hidup dengan normal.

“Christ, terima kasih atas kehidupan yang kamu berikan kepada kakak. Kakak akan jaga baik-baik jantung pemberian darimu ini. Walaupun ruh kamu sudah tak lagi di dunia ini, jantungmu masih berdetak memberi kehidupan untuk orang lain. Kakak yakin Tuhan akan memberimu kedamaian di atas sana” ucap kak Cherly yang masih menangis di samping makamku.


-The End-

Thanks For Reading, Guys...:D


MinBie

Follow me @HanBie08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar