Kamis, 01 Mei 2014

Cerpen pelabuhan yang sebenarnya



pelabuhan yang sebenarnya (cerpen 1/2)
20 Agustus 2013 pukul 17:26
Ini cerpen pertamaku di sini, entah ini jelek atau gak bagus :p itu terserah diri kalian, aku ambil cerita ini dari salah satu novel cuma aku ubah pemerannya dan ceritanya aku ubah dikit :D
Semoga kalian suka, kalo kalian suka insyaallah aku next part2 nya entar malem..



28 FEBRUARI.....
"Aku melangkah perlahan. Merasakan hembusan angin yang menggelitik pipiku. Merasakan ombak menyapu kakiku dgn airnya yg bening. Di sana, di tempat yang terlihat dekat, matahari turun degan pasti. Hhhhh..... Aku mendesah pasrah. Membiarkan karang yg lagi-lagi dgn pasti melewatiku.

Segalanya berjalan dengan pasti, dan hanya aku yang masih bimbang. Hanya aku yg masih terayun-ayun ombak dan hanya bisa pasrah menunggu pantai tempatku berlabuh.

Ku pikir aku bisa sabar menunggu ombak akan menurunkanku di suatu pelabuhan. Tetapi tidak, teman! Aku sudah terlalu lama diombang-ambing seperti ini. Tolong, bawa aku lebih jauh lagi dari sini."

"Ngapain di sini sendirian, gak takut?" Terdengar suara teduh dari belakangku. Suara yang begitu lama ingin kudengar. Suara yang begitu menenangkan.

Ingin rasanya aku berbalik, menatap sang pemilik suara itu seperti yang selama ini ingin kupandangi. 'Jangan chris! Jangan berbalik. Kau akan semakin terombang-ambing oleh ombak....'

Namun, lihat! Apa yang kulakukan? Aku berbalik! Dan ketika kedua mataku menatap kedepan, seraut wajah penuh kehangatan balik menatapku. Ia terlihat begitu tampan, ya Tuhan! Aku bahkan sangat enggan untuk melepas pandangan ini.

Sosok morgan mendekatiku, "kenapa? Kok sendirian disini? Gak takut di culik ini udah sore loh?" tanya nya bertubi-tubi.

Aku membuka mulut hendak menjawab, namun aku tidak bisa aku terlalu terpesona melihat wajahnya, dia sangat tampan. Setiap helai rambutnya yg indah, setiap gerakannya yg biasa, di mataku merupakan gerakan indah yg sangat mengagumkan. Dia terlalu sempurna untuk gadis sepertiku yg biasa dan tidak punya banyak kelebihan sepertinya.

Aku hanya bisa tersenyum kearahnya,
"Chris...chris... Heiii? Kamu kenapa? chris...kamu masih sadar kan"ucapnya sambil melambai-lambaikan tangannya di depan mataku.

Aku hanya menggeleng sambil tersenyum, "kamu tau sendiri kan? aku ini anak jendral, tomboy jago silat, jadi buat apa aku takut?"Jawabku polos.
Ia tertawa lepas mendengar kata-kataku. Aku memang di didik secara militer sejak kecil. Dan sikap tomboy seperti ini sudah ada sejak lahir.

"Bagaimanapun juga kamu ini gadis yang cantik! Nggak peduli jago silat atau apalah itu! Yang jelas, seorang gadis butuh perlindungan!" Ujarnya sambil tertawa.

Aku tertunduk malu. Dia sudah 2 kali mengatakan kata cantik untukku, seumur hidup, baru kali ini ada laki-laki yg menganggapku sebagai gadis cantik yg wajib dilindungi! Selama ini, semua orang memperlakukanku layaknya anak laki-laki yg tangguh. Dan kini......

Aku bingung. Nggak tau harus marah karena dianggap lemah atau senang karena inilah pertama kalinya aku merasa dilindungi. Hah! Harga diriku yg tinggi ini di kemanakan?

Aku mendongak angkuh, berniat untuk membalas ucapannya dengan kata-kata kasar. Tetapi, ada sesuatu di sana, di matanya. Sesuatu yg membuatku terhanyut sekaligus terpesona.

Ia memalingkan wajahnya, "Ya, ampun! Kamu benar-benar mengingatkanku kepada adikku!"

Adik? Adik? Mengertilah aku saat itu. Aku memang hanya anak kecil di matanya. Hanya adik! Dan ketika itulah segala harapanku luruh sudah.

Ombak sudah berhenti dan mendamparkanku di suatu pantai. Tepat seperti ug kuinginkan untuk berhenti terombang-ambing. Tetapi mengapa? Mengapa harus di pantai ini aku berlabuh? Mengapa harus di pantai keputusasaan...?

***
12 Juli. . .
Aku termagu di depan rumah. Ayahku, jenderal hebat, seperti yg orang bilang, sedang berbicara serius dengan laki-laki itu. Pandangan morgan tidak pernah lepas dari buku-buku itu. Ia begitu bertekad untuk menjadi seorang jenderal suatu saat kelak.

Bukan! Ia bukan hanya tau tentang taktik perang! Ia tau segalanya! Morgan ahli dalam ilmu alam juga menguasai ilmu sosial. Belum lama ini, aku baru tau kalau ternyata ia tau banyak soal otomotif dan musik. Bahkan suatu kali aku pernah mengdengar ia memainkan piano yg ada di rumahku.

"Ia begitu sempurna" aku hanya bisa berkata lirih. Mengapa begitu jauhnya jarak kami. Keteguhannya menjalani hidup mandiri menjadikanku sangat terkesan. Ia tau segala hal, ia bisa segala hal. Tetapi ada satu yg ia nggak tahu. Ia nggak tau perasaanku.

Ya, bisa di bilang ia nggak perlu tau perasaanku. Karena aku sudah terlanjur nggak punya harapan lagi. Ia sudah mempersunting seseorang tepat sepekan setelah pembicaraan kami di pantai dulu. Dan gadis yg sangat tolol itu, dengan bodohnya, menolak lamaran morgan mentah-mentah.

Tetapi morgan hanya tersenyum sambil tertawa ramah dan berkata, "ya! Dia bukan jodohku, kali!"

Saat itu ingin rasanya aku melompat lalu. Berteriak di depan mukanya, "Lihat aku! Akulah jodohmu, tahu! Mata kamu buta, ya? Nggak ngerasa ada gadis yg lebih cantik dan terpelajar di sini?"

Tapi....ya! Jangan yg aneh-aneh, ah! Aku ini cuma anak kecil! Mana bisa omonganku ditanggapi.
"Chris?"
Ah! Lamunanku langsung buyar. Morgan sudah berdiri di depanku. Wajahku terasa memanas, malu karena rasanya, pikiranku tadi terlalu gamblang*bahsa apaan itu. Aku hanya tersenyum kearahnya. Lalu aku menengok ke ke arah ayah, aneh sekali. Ekspresi wajahnya terlihat janggal. Ada apa ini? Aku memandang morgan bingung.
"Aku mau pergi. . ."
"Aku mau pergi. . ." Katanya tertahan.
Oh, aku mengerti sekarang. "Oh! Sudah mau pulang?" Tanyaku.
Ia menggeleng, "bukan! Bukan pulang! tapi....aku....iya, aku memang mau pulang..."
Nah lho? Kok belibet banget sih ngomongnya?

"Pulang ke jakarta! atasanku bilang... Akan ada kenaikan pangkat dan... Ya begitu deh! Rasanya kita tidak akan bertemu lagi! Suatu saat nanti, ingat aku ya?" Kata-katanya begitu cepat (nb: jadi morgan sama christy itu tinggal di bandung). Diucapkan dengan terburu-buru.
Apakah dia tau bahwa aku akan sedih?

Tetapi aku nggak akan menampakkan kesedihanku ini. Lalu dengan lagak sok ceria, aku tersenyum riang, "wah, selamat deh! Selamat senang-senang ya? Eh, lain kali mampir ke sini, jangan lupa sama.... Ayah!".
Aku terus memasang wajah konyol. Ia memandangku sebentar lalu memalingkan wajah.

"Semoga kamu bisa dapat suami yang baik! Cari suami yang ganteng, ya? Ah, lumayan kan? Biar bisa memperbaiki keturunan" katanya mengejekku.

Aku meleletkan lidah pura-pura kesal. Untuk beberapa saat, kami saling menggoda dan mengejek satu sama lain. Aku menatap ke arah belakangnya. Ayahku tersenyum sedih dari balik jendela. (buat yg bingung sama posisinya, jadi morgan sama christy di luar, morgan membelakangi pintu rumah sedangkan christy menghadap pintu rumah, ngerti nggak?). Ia lalu melirikku dan menggeleng heran, bingung mengapa aku nggak sedih. Aku tersenyum ke padanya lalu ke arah morgan.

Morgan berjalan pelan membuka gerbang rumah. Lalu aku tidak tahan lagi, aku berbalik membelakanginya. Rasa sakit ini tidak dapat di bendung lagi. Air mataku bergulir keluar satu per satu.

Apa ini yang di sebut perpisahan? Aku sering membaca di buku, kupikir perpisahan adalah saat-saat ketika sang gadis memeluk erat kekasihnya sambil menangis. Dan kekasihnya balas mencium pipinya. Bukan! Bukan saling mengejek seperti ini!.

Ah! Aku mendesah. Baru teringat satu hal yang ketinggalan. Aku dan morgan bukan apa-apa. Kami bukan kekasih. Dimatanya, selamanya, aku hanya anak kecil. Anak kecil!

Selamat tinggal! Selamat tinggal, cinta pertamaku! Kelak, bila kau sudah sukses menjadi seorang jenderal, jangan lupakan anak kecil ini! Anak kecil yg cukup bodoh untul menyukai orang hebat sepertimu.....

* * *

2 april. Enam tahun kemudian...
Morgan berdiri di gerbang depan, tempat yang sama ketika aku menangis untuknya. Ah, aku mendesah bahagia....

Aku menghambur keluar. Membuka gerbang itu untuk pria yg telah ku tunggu bertahun-tahun lamanya. Ia kembali... Ia kembali!

Dan kini, wajahnya semakin tampan. Tubuh nya semakin tegap dan dadanya kian bidang. Oh, begitu banyak yg berubah! Enam tahun kita berpisah, dia mengalami banyak perubahan, sedangkan aku, satu-satunya yg berubah dari aku mungkin cuma ukuran sepatuku. Aku hanya menunduk malu menatap sepatuku.

"Hai chris bagaimana kabarnya?" Tanyanya.
"Seperti yg kau lihat sekarang aku baik-baik saja"jawabku.
"Udah punya suami belum?" Tanya nya dengan nada meledek. "Akh pertanyaan macam apa kau ini, ngeledek maksudnya?" Tanyaku sinis.
"Enggak bukan itu maksud aku aku cuma mau tanya doang, jdi udah punya suami belum?"
"Seperti yang kau ketahui, dari dulu statusku masih tetap single"
"Aku kira kamu sudah punya suami... Oh iya chris diajak masuk kek pegel nih kaki" pintanya ah dasar dari dulu sikapnya masih sama.
"Oh iya lupa, yaudah silahkan masuk"
"Makasih" ucapnya sambil terseyum, oh GOD senyumnya.....

Ayahku tampak berjalan ke arah kami dengan tongkatnya, berseri-seri. Kini ayahku sudah pensiun jadi jenderal.
"Mmm chris aku mau kasih ini sama kamu" ucapnya sambil memberikan dan membuka koper yg dibawanya, yang penuh dengan uang dan perhiasan. Sama seperti yg sering dilakukannya dengan nada sedikit mengejek, apa coba maksudnya?
"Ini buatapa?" Tanyaku heran.
"Aku nggak mau lamaran ku kepada wanita yg aku cintai di tolak untuk kedua kalinya, gara-gara kurang biaya" katanya sambil mengedipkan mata. Aku sedikit melirik ke arah ayah yg sedang duduk (anggap aja tadi morgan dan christy langsung duduk) aku rasa ayah tau, penantianku selama ini tidak sia-sia.

"Chris... Maukan kamu jadi istriku?" Katanya.
Butiran kristal ini tak lagi terbendung. Aku menangis bahagia. Terima kasih, tuhan! Terima kasuh, telah memberikan seseorang yg begitu sempurna....

"Chris... Maukah kamu menjadi istriku...?" Morgan mengulangi kembali perkataanya. Aku masih termangu. Morgan mengulangi lagi perkataannya, "sekali lagi, chris... Maukan kamu menjadi istriku?"

Kali ini aku mengangguk mantap. Dan menatap matanya itu. Sepasang mata yg begitu menghadapi hidup. Morgan tersenyum mendengar jawabanku, dia langsung berhambur memelukku.

INILAH PELABUHANKU YANG SEBENARNYA....

* * *
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar