Apakah
Kau Melihat Langit Mentari Senja?
Hello daripada ngegalau hari minggu
nggak ada hiburan, yuk.. capcus ajah baca cerpen gaje dari MinBie. Hmmm. Cerita
sedikit boleh dong? Sebenarnya cerpen ini sudah aku buat sekitar 2 bulan lalu
dengan cast yang berbeda di suatu grup. So, jika kalian menemukan cerita yang
mirip dengan cerita ini, jangan su’udzon dulu yah, hehe
Yuuhi wo Miteiruka?
(Apakah Kau Melihat Langit Mentari
Senja?)
Di atap asrama sekolah, seorang
perempuan berambut hitam panjang terurai duduk melamun memeluk erat kedua
lututnya. Matanya menengadah ke atas menikmati keindahan langit mentari senja
yang kini sedikit demi sedikit tenggelam tergantikan oleh titik garis yang
berbentuk bintang sebagai pertanda siang akan mulai berganti malam dan hari ini
pun akan segera berakhir.
Seketika, terpantulkan sosok
bayangan pada permukaan bola matanya. Sosok perempuan cantik berparas oriental
dengan senyumnya yang manis dari atas sana (Awan.red). ‘Kamu masih cantik
dengan senyuman itu, Christ’ gumamnya dalam hati. ‘Andai, insiden itu tak
terjadi. Mungkin saat ini kamu ada di sampingku. Menikmati keindahan yang Tuhan
ciptakan’ Sesalnya kemudian.
Otaknya pun bekerja melintasi
kejadian tiga tahun silam. Masih sangat teringat jelas kejadian itu. Christy
melindungi dirinya dan rela bertukar nyawa dengannya. “Christ, aku kangen kamu.
Aku kangen perhatianmu, aku kangen dengan Christy yang menyebalkan, dan
aku juga kangen ocehanmu yang bisa membuat seorang Anisa naik darah” teriak
perempuan yang memanggil dirinya sendiri sebagai ‘Anisa’.
‘Tap....tap...tap’ terdengar suara
langkah kaki seseorang mendekati Anisa dari arah belakang. ‘hap’ seseorang itu
menutup kedua mata Anisa dengan tangannya. Anisa meraba tangan seseorang itu.
Sepertinya tangan itu tak asing untuk ia pegang. Perlahan dia menyingkirkannya,
dan menoleh ke arah belakang. ‘Hah. Kamu?’ Anisa sangat terkejut dengan apa
yang dilihatnya kini. Anisa mengucek-ucek kedua matanya dan menepuk-nepuk
kedua pipinya. Berasa seperti mimpi. ‘keajaiban Tuhan-kah?’ sebuah pertanyaan
muncul dibenaknya. Sangat jelas Anisa mampu melihatnya, bahkan menyentuhnya.
Mereka terdiam sejenak, kemudian dia menatap lekat kedua mata Anisa. Seperti
ada cahaya lorong waktu dalam matanya. Anisa terhipnotis. Dia terbawa arus
lorong itu, menerobos lintasan waktu mencoba mengingatkan kenangan indah yang
singkat itu.
***
Hari ini, adalah hari pertama Anisa
mengenakan putih abu-abu. Namun, dia masih tertidur lelap di atas ranjangnya,
masih menikmati dunia imajinasinya, bergelut dengan sebuah guling yang ia peluk
dengan sangat erat dan dengan indah ia melukiskan sebuah pulau misterius di
atas bantalnya.
“Anisa. Ayo bangun...!!” Teriak
seorang tiba-tiba sembari mengguncang-guncangkan tubuh Anisa.
“Ehhmm. Apaan sich, Christ? Aku
masih ngantuk” Jawab Anisa cuek.
“Udah jam enam lebih, Nisa. Kamu mau
kita terlambat sekolah?”
“Berangkat tinggal berangkat,
ngapain harus nungguin aku sih? Aku bolos hari ini” ucap Anisa terkesan jutek
terhadap Christy, teman sekamarnya itu
dan tanpa dosa Anisa meneruskan
aktivitas tidurnya.
“Bolos? Ya Tuhan, mau jadi apa
generasi bangsa kita ini kalau semua remajanya kayak kamu? MALES. Mungkin
sepuluh tahun mendatang, kamu akan menjadi salah satu dari dua juta orang
pengangguran di Indonesia. Dan saat itu pula, aku malu punya temen kayak kamu”.
Sindir Christy berharap Anisa sadar agar ia tidak bolos sekolah.
Tak di sangka Anisa terpancing
emosinya. Dia tak terima dengan sindiran Christy yang terdengar sangat pedas di
telinganya. Dia bangun dan ingin cepat-cepat melabrak Christy yang menurutnya
tidak bisa menyaring ocehannya.
“Jaga bicara kamu. Aku nggak akan
menjadi seseorang yang gagal. Dunia akan berada dalam genggaman aku, dan kamu
yang akan aku usir dari dunia
ini” Emosi Anisa meledak.
“Oh, Ya? Coba aja kalau kamu bisa.”
Ucap Christy yang diiringi senyuman khasnya yang tertangkap oleh Anisa sedang
meremehkan dia.
***
“Anisa, Cepetan...!!!” kembali
teriakan Christy menggema di tiap sudut kamar ini. Benar-benar sangat memekakan
telinga Anisa.
“Bentar napa? Aku lagi beribet pake
dasi nie”
Selama ini memang Anisa tak pernah
menggunakan dasinya sendiri. Dengan alasan susah lah, ribet lah, akhirnya Mama
yang selalu mengalah membantu Anisa untuk mengenakannya.
Tiba-tiba Christy menghampiri Anisa,
lalu menertawainya. “Haha. Dasar anak Mami. Pake dasi aja nggak bisa. Bisanya
apa kamu? Sini aku bantu”
“Nggak usah. Aku nggak butuh bantuan
kamu..!!” Tolak Anisa gengsi.
“Kalau kita nggak terlambat, aku
nggak akan bantuin kamu kok, Nis” ucap Christy tak mau kalah, kemudian langsung
melingkarkan dasi ke kerah baju Anisa. Dengan telaten, dia melipat-lipatkannya
hingga membentuk dasi yang rapi. Anisa hanya pasrah memperhatikannya. ‘kemana
sifat menyebalkannya tadi?’ pikirnya.
“Yeah. Selesai. Sarapan gih. Aku
udah siapin nasi goreng di atas meja belajar kamu” Ucap Christy kembali menaruh
perhatiannya pada Anisa. Sungguh ini membuat Anisa bingung memikirkan
pertanyaannya tadi. ‘Inikah kepribadian dia sebenarnya? Atau emang dia punya
dua kepribadian?’
“Anisa, Ayo. 20 menit lagi gerbang
di tutup” teriak Christy menyadarkan lamunan Anisa yang langsung bergegas untuk
sarapan.
***
Asrama dengan sekolah memang tidak
dalam satu gedung. Butuh waktu 10 menit untuk berjalan ke sekolah. Selama
perjalanan, Christy mengoceh tak jelas. Dia terus menyalahkan Anisa atas
keterlambatannya hari ini. Anisa yang susah dibangunkan. Anisa yang mandinya
lelet dan Anisa yang sarapannya lama. Hal ini membuat Anisa tersadar bahwa
teman sekamarnya itu telah kembali ke kepribadiannya yang awal ‘Menyebalkan’.
Anisa muak dan tidak kuat dengan ocehannya. Daripada beradu argumen seperti
tadi pagi yang berujung remehan Christy padanya, Anisa memutuskan untuk lari
meninggalkannya. Anehnya, Christy tak tinggal diam. Dia malah berlari mengejar
Anisa. Saking cepatnya Anisa berlari, tiba-tiba dia menabrak seorang seniornya
dan menumpahkan minuman tepat di bajunya. Anisa yang notabene adalah orang yang
cuek, menganggap kejadian itu biasa saja. Dia tidak minta maaf, malah
cepat-cepat berlari untuk menjauhkan dirinya pada Christy. Dia tak ingin jika
di kelas harus duduk sebangku dengan Christy.
“Sial..!! Siapa sih dia?” ucap Angel
sambil membersihkan bekas tumpahan di bajunya.
“Bukannya dia Anisa yah? Adik kelas
kita waktu SMP yang sempat mengalahkan loe di pertandingan Final Taekwondo”
Terka Gigi, salah seorang teman Angel.
Kekalahan itu sangat memalukkan bagi
Angel. Seorang kakak kelas bisa dengan mudahnya di kalahkan oleh adik kelasnya
sendiri.
“Iya kah?” Tanya Angel dengan
tatapan yang masih ia tujukan pada Anisa yang sudah jauh dari pandangannya.
Mata yang menyiratkan dendam diselubungi oleh emosi yang membuat Angel ingin
memberikan sebuah pelajaran pada Anisa. “Kita harus buat dia bertekuk lutut dan
bersujud meminta maaf ke gue” ucap Angel pada teman-teman se-Gengnya.
***
Dari jarak yang tidak terlalu jauh,
Christy melihat kejadian itu. “Waduh, sepertinya Anisa akan mendapat masalah
besar. Aku harus gimana? Ayo, Christ. Berpikir. Kasihan Anisa”
Tanpa berpikir lebih panjang lagi,
Christy memberanikan diri untuk mendekati keempat seniornya itu.
“Kak, maafin temen aku tadi. Dia
lari karena aku mengejarnya. Jadi, kalau dia menabrak kakak tadi, itu salahku.
Bukan salah dia. Please, maafin kita” ucap Christy sembari membungkukan
badannya.
Angel mengalihkan pandangannya pada
adik kelas yang tiba-tiba datang menghampirinya, meminta maaf untuk Anisa.
Makin membuat Angel emosi.
“Oh. Loe temannya Anisa?” tanya
Angel dengan pandangan yang tak mengenakan.
Christy membenarkan posisi
berdirinya agar dapat sejajar dengan keempat seniornya itu. Tak disangka Angel
malah mendorong bahu Christy.
‘Bug’ punggung Christy mentok
menempel dinding.
“Ma...maafin kita, kak” Jawab
Christy menunduk ketakutan. Menatap mata seniornya pun ia tak berani. Christy
memang bukan sosok pemberani seperti ucapannya yang terkesan selalu berani.
Meski begitu, tekadnya begitu kuat untuk melindungi orang-orang yang ada di
dekatnya, bahkan jikalau ia yang akan celaka ia akan lakukan itu demi mereka.
“Sampaikan ke dia, sepulang sekolah
nanti temuin gue” Perintah Angel yang membuat Christy semakin ketakutan.
“Ingat. Kalau loe nggak nyampein
ini, loe yang akan berhadapan dengan kita” Bisik Cherly ditelinga Christ dengan
nada mengancam. Diakhiri dengan pukulan tangan di perut Christy yang membuatnya
mengerung kesakitan.
***
Christy menjadi orang terakhir yang
masuk ke dalam kelas. Dia terlihat berjalan lunglai sembari memegangi perutnya
yang terasa sakit akibat pukulan tadi. Christy melihat sekeliling kelasnya tak
ada bangku kosong. Hanya satu di sebelah Anisa. Christy enggan-engganan duduk
di samping Anisa. Andai ada bangku kosong, mungkin Christy memilih untuk duduk
dengan teman lain. Bukannya dia marah pada Anisa, karena insiden tadi. Tapi,
dia makin tak tau harus berbuat apa, menyampaikan pesan senior pada Anisa atau
menyembunyikannya.
Christy duduk tanpa menoleh
sedikitpun pada Anisa. Dia membuka tasnya, mengambil sebuah novel lalu
membacanya. Anisa yang merasa keberadaannya diacuhkan oleh Christy akhirnya
membuka suara. “Hah. Mau aku berlari secepat apapun buat menghindari agar aku
nggak sebangku sama kamu, kayaknya percuma. Tuhan sudah menuliskan dalam buku
takdirnya agar kamu selalu dengan aku. Nasib nasib. Se-kamar sama kamu,
sekarang sebangku sama kamu. Gimana hari-hari aku tiga tahun nanti, ya Tuhan?
Harus bebarengan mulu dengan orang yang nyebelin kayak kamu” keluh Anisa sambil
melirikkan matanya ke arah Christy yang tak memberi tanggapan.
Matanya masih fokus terhadap apa
yang ia baca. Meskipun begitu telinga Christy masih normal untuk mendengar
keluhan Anisa. Dalam otaknya kini tak ada ruang untuk menyerang ucapan Anisa,
semua dipenuhi dengan bagaimana caranya agar Anisa dapat selamat dari para
senior yang dendam terhadapnya.
Anisa merasa ada keanehan pada
Christy. Sorot matanya memang terpaku ke arah novell terlihat seperti membaca,
padahal tidak. Anisa menerka pasti ada sesuatu yang terjadi padanya pagi tadi.
‘Apa dia sedang sakit?’ Pikir Anisa. Gerakan-gerakan yang Christy tunjukan
seperti tiba-tiba menggigit pena, mengusap-usap punuknya dan sesekali memegangi
kepalanya itu mengisyaratkan kalau dia seperti orang yang gelisah yang dibenuhi
beban pikiran yang menumpuk. ‘Atau dia ada masalah?’ pertanyaan kedua pun
muncul dalam benak Anisa. ‘Ah. Ngapain juga aku mikirin dia. Dia juga belum
tentu mikirin aku’ elak batinnya kemudian.
***
Bel sekolah pun berdering pertanda
sekolah telah usai. Wajah Christy makin menampakan kegelisahannya. Dia kembali
teringat ancaman seniornya.
‘Bilang. Nggak. Bilang. Nggak.
Bilang. Nggak. Okeh, Nggak. Okeh. Aku akan mencoba melindungi dia semampu aku’
dalam batin Christy telah menetukan pilihannya. Entah pilihan itu benar atau
tidak. Sepertinya Christy telah memikirkan masak-masak pilihannya seharian ini,
termasuk konsekuensi yang ia dapat kalau dia bakal jadi korban seniornya.
Anisa makin risih melihat gelagat
Christy ini. Anisa yang cuek menjadi sedikit mengkhawatirkan Christ. “Kamu
kenapa? Sakit?” Tanyanya pada Christy yang masih memberaskan alat tulisnya yang
berserakan di atas meja.
“Aku nggak kenapa-kenapa kok, Nis.
Yuk, kita pulang” jawabnya disertai dengan senyuman. Pintar sekali Christy
menutupi apa yang dia rasa dengan senyumnya. Senyum ‘terpaksa’ yang ia
pertontonkan agar Anisa tak mengkhawatirkannya. Namun Anisa lebih pintar, meski
dia cuek namun dia peka terhadap perasaan orang.
***
Baru selangkah mereka meninggalkan
ruang kelas, Christy melihat angel CS bergerombol menghadang jalan yang mereka
lalui pagi tadi. ‘Aduh. Jangan sampai mereka melihat Anisa. Bisa bahaya
jadinya’ Otak Christy mulai berpikir mencari cara untuk melarikan Anisa.
“Woy, ngapain masih bengong di sini,
Christ?” tanya Anisa menepuk pundak Christ, membuyarkan lamunannya.
“Ah, Nis. Aku mau ngajak kamu ke
suatu tempat yang indah banget. Yuk..!!” Tanpa aba-aba Christy menggendeng
tangan Anisa, mengajaknya berjalan berlawanan arah dengan jalan yang telah
dihadang Angel CS.
“Mau kemana sih, Christ?” Anisa
masih mencoba memberontak agar Christy melepaskan gandengannya.
“Udah, kamu ikut ajah” genggaman
tangannya makin erat yang membuat Anisa pasrah mau di bawa kemana.
***
Sesampainya di tempat yang di maksud
Christy, Anisa tidak menemukan sesuatu yang indah. ‘Hah. Di atap Asrama? Apa
indahnya?’
Anisa bergegas untuk pulang. Namun
lagi-lagi tangannya tertahan oleh genggaman tangan Christy.
“Yuk kita duduk di sana” ajaknya
kembali menunjuk tempat strategis untuk memandangi langit senja. Lagi-lagi
Anisa hanya pasrah, mengikutinya saja.
Mereka duduk bersebelahan. Christy
memandang langit dengan rasa kekaguman yang luar biasa, nampak sekali dari
wajahnya. Sementara itu, Anisa malah memandangi wajah Christy yang nampak lebih
tenang daripada sewaktu di sekolah tadi.
“Aku punya hobby memandangi langit.
Warnanya yang putih dipadupadankan dengan biru selalu bisa menenangkan hati
aku” Christy membuka suara di keheningan yang mereka ciptakan sedari tadi. Dia
tak sadar kalau ucapannya menyiratkan bahwa saat ini dia dalam keadaan yang
tidak tenang. Dan Anisa mampu menangkap maksud tersirat itu.
“Kamu beneran nggak kenapa-napa?”
Anisa benar-benar ingin tau.
“Aku nggak kenapa-kenapa kok. Suer
deh” jawab Christy menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf
“v” mencoba meyakinkan Anisa.
“Eh, iya Nis. Apa arti bahagia
menurut kamu?” tanya Christy mencoba mengalihkan pembicaraan Anisa.
“Aku nggak tau bahagia itu apa”
jawab Anisa sekenanya.
“Heh?” Christy menoleh ke arah
Anisa, memasang wajah cengonya. Berbeda dengannya, tatapan Anisa masih tetap
lurus ke depan.
“Semenjak Mama jadi single parents,
dia menjadi orang yang super sibuk. Saking sibuknya, dia nggak dateng ke
pertandingan yang sangat penting buat aku. Padahal saat itu aku butuh
supportnya. Aku ingin membuat dia bangga ke aku. Ah. Tapi kayaknya, dia udah
nggak perhatian lagi ke aku, Christ. Aku kesepian. Ini yang membuat aku
memutuskan untuk tinggal di asrama ini. Meskipun nggak ada dia, tapi setidaknya
aku akan banyak teman dan aku nggak akan pernah merasa kesepian lagi” Tak sadar
bulir air mata jatuh membasahi pipi mulus Anisa.
Mungkin ini pertama kalinya dalam
sejarah hidup Anisa mencurahkan perasaannya kepada seseorang. Christy merangkul
bahu Anisa. Sepertinya dia dapat merasakan apa yang Anisa rasakan. Christy
mencoba menenangkannya.
“Kamu liat matahari di atas sana?”
tanyanya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah sang surya yang hampir tenggelam.
“Dia juga sendiri kayak kamu, Dia juga kesepian. Nggak ada seseorang pun yang
menemaninya. Tapi dia tetap bersinar. Kilaunya memberi kehidupan untuk makhluk
lainnya. Jadi, meskipun kita sendiri, nggak ada satu pun orang yang sejalan
dengan kita, nggak ada seorang pun yang mensupport kita, kita harus tetap fokus
pada tujuan kita. Jika tujuan kamu adalah membuat bangga Mama kamu, meskipun
dia nggak pernah mensupport kamu, kamu harus tetap berusaha. Buktikan kalau
kamu emang pantas buat dia banggakan”
Mendengar ucapan Christy, senyum
mengembang di bibir Anisa. Dia merasa tidak salah mencurahkan perasaannya pada
Christy.
“Kalau menurut kamu, bahagia itu
apa?” Anisa berbalik tanya.
“Aku bahagia melihat orang tersenyum
karena aku. Kayak liat kamu sekarang ini, aku sangat bahagia”
“Dih..Modus banget”
“Nggak percaya ya udah. Prinsip aku
cuma satu, bersyukur pada Tuhan maka kebahagian akan datang dengan sendirinya
pada kita”
“Iya deh iya, percaya aja urang mah
ama Dedy Christy yang dari tadi ngeluarin kata-kata mutiaranya” Ejek Anisa
bergurau mengeluarkan logat Sundanya.
“Jiah. Aku cewek Nisa. Masak iya
dipanggil ‘Dedy’? Mama Christy. Itu lebih cocok buat aku” Sanggah Christ.
“Ah iya. Pantes aja wajah kamu tua,
Christ” Ejek Anisa lagi.
“Aku bukannya tua, tapi dewasa.
Dibandingkan kamu, aku lebih cantik dan imut lagi” Christy balik mengejek.
“Parah...parah. Ngejeknya” Anisa
cemberut.
“Ih..Anisa. Marah ya? Makin jelek
tau” Christy menggelitiki pinggang Anisa.
Mereka menjadi saling bergurau dan terlihat
makin akrab. Namun tiba-tiba... ‘Brakkkkk’ seseorang menendang balok kayu,
sehingga terpecah menjadi beberapa bagian. Anisa dan Christy kaget, ‘siapa yang
melakukan itu?’. Mereka menoleh bebarengan, di hadapannya sudah berjejer empat
seniornya.
“Gue cari-cari ternyata kalian
disini?” ujar Angel.
Anisa tak asing dengan sosok yang
berbicara itu. “Kak Angel?” tebaknya.
“Loe masih ingat gue, Nis?” jawab
Angel berbalik tanya.
“Yang harusnya kalian hadapi itu
aku, bukannya Anisa” Christy tak memberi kesempatan Anisa untuk menjawab
pertanyaan Angel yang terkesan
basa-basi itu.
“Christ?” Anisa bingung berani
sekali Christy berbicara seperti itu. ‘ada masalah apa di antara mereka’
pikirnya.
Seketika, Christy bersujud di
hadapan Angel CS, “Aku minta maaf atas nama Anisa” ucapnya membuat Anisa makin
bingung apa yang telah diperbuatnya kepada seniornya? Sampai-sampai Christy
harus minta maaf atas nama dia? Tiba-tiba, Anisa teringat kejadian pagi tadi.
‘Jangan-jangan? Jadi, Seharian ini? Dia mencoba melindungi aku’ Anisa
membungkam mulutnya.
Angel membangunkan Christy yang
sedari tadi bersujud agar berdiri sejajar dengannya. “Gue nggak butuh
permintaan maaf loe, Bodoh. Tapi permintaan maaf dari temen loe itu...!!!”.
‘Bug’ Angel memukul perut Christy sampai
dia terjatuh dan terbatuk-batuk. Anisa tak terima, dengan sigap dia langsung
menyerang Angel.
‘Bug. Bug. Bug.’
Tiga pukulan beruntun berhasil
dilayangkan Anisa untuk melemahkan Angel. Angel yang tak bisa membalasnya
meminta agar teman se-gengnya membantunya.
“Woy, kalian ngapain bengong..!!
Hajar dia..!!”
Mereka pun ikut menyerang Anisa.
Namun itu tak menjadi masalah buat Anisa, sang juara Taekwondo. Tak butuh waktu
lama, ia mampu melumpuhkan ketiganya. Di liriknya, Angel yang masih menyeka darah
di sudut bibirnya. Anisa kembali menghajarnya. “Ini pelajaran buat orang yang
sudah nyakitin sahabat, aku”.
‘Bug’ tanpa ampun Anisa
menghajarnya.
Gigi yang masih bisa bangkit,
mengambil patahan balok kayu dengan ujung runcing. Dari arah belakang Anisa,
Gigi tengah bersiap melayangkan pukulan patahan itu tepat di kepala Anisa.
Christy melihatnya. Dengan cekatan ia lari untuk melindungi Anisa. Alhasil,
kepala Christy-lah yang terpukul oleh patahan balok kayu itu. Darah segar pun
mengalir dari pelipisnya. Angel CS yang melihat Christy berbasuh darah segera
berlari. Ada ketakutan dalam diri mereka kalau mereka tertangkap sebagai
tersangka dalam kasus penganiayaan Christy. Ini akan sangat fatal buat masa
depan mereka jika mereka harus merasakan kehidupan dalam jeruji besi.
Christy sudah tak sadarkan diri.
Anisa mencoba menepuk-nepuk wajahnya. Sedikit ada harapan manakala mata Christy
sedikit terbuka. Sayup-sayup pandangan Christy melihat Anisa yang menopang
tubuhnya serta menangisi dirinya. “Anisa” panggilnya seraya tersenyum. Hal itu
tak berlangsung lama, karena detik selanjutnya mata Christy kembali terpejam
karena jiwanya telah terpisah dari raganya.
***
“Kamu ingat kejadian itu?” tanya
seseorang yang telah mengembalikan Anisa menelusuri lorong waktu itu.
‘Hmmm’ Anisa hanya bisa
menganggukkan kepalanya.
“Aku sebenarnya nggak ingin
mengingat itu lagi. Aku yang seharusnya mati bukan kamu” Anisa masih saja
menyalahkan dirinya atas insiden itu.
‘Sssttt’ Telunjuk seseorang itu
menempel di bibir Anisa.
“Tuhan telah mentakdirkan ini semua.
Masih ingat perkataan aku? Selama kita bersyukur kebahagiaan akan datang dengan
sendirinya ke kita. Karena insiden itu, bukannya mama kamu jadi lebih perhatian
ke kamu dan mencurahkan kasih sayangnya kembali ke kamu?”
‘Hmmm’ Anisa kembali mengangguk.
“Christy..” Anisa menitikan airmata
dan ingin memeluknya namun pelukan itu terlepas, sosok bayangan Christy itu
telah menghilang tiba-tiba, mereka sudah tidak dapat lagi bersentuhan. Mata
Anisa kembali menengadah ke langit, ‘Meski kita hanya sehari bersama dalam satu
kenangan, namun kamu memberikan banyak pelajaran yang sangat berarti buat aku.
Makasih Christ, aku akan buktikan ke kamu. Kamu nggak akan pernah malu punya
sahabat kayak aku. Karena aku pasti bisa untuk kamu banggakan’. Kehadiran
Christy senja ini memunculkan motivasi itu lagi.
Meski mereka tak lagi dalam satu
alam yang sama, namun jiwa mereka menyatu. Karena selamanya Christy akan hidup
dalam sanubari Anisa. Memberinya kekuatan untuk mengarungi kehidupan dunia ini.
-the end-
-Hanifah Argubie-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar