Minggu, 14 Desember 2014

Cerpen Apakah Kau Melihat Langit Mentari Senja?



Apakah Kau Melihat Langit Mentari Senja?
Hello daripada ngegalau hari minggu nggak ada hiburan, yuk.. capcus ajah baca cerpen gaje dari MinBie. Hmmm. Cerita sedikit boleh dong? Sebenarnya cerpen ini sudah aku buat sekitar 2 bulan lalu dengan cast yang berbeda di suatu grup. So, jika kalian menemukan cerita yang mirip dengan cerita ini, jangan su’udzon dulu yah, hehe

Yuuhi wo Miteiruka?
(Apakah Kau Melihat Langit Mentari Senja?)

Di atap asrama sekolah, seorang perempuan berambut hitam panjang terurai duduk melamun memeluk erat kedua lututnya. Matanya menengadah ke atas menikmati keindahan langit mentari senja yang kini sedikit demi sedikit tenggelam tergantikan oleh titik garis yang berbentuk bintang sebagai pertanda siang akan mulai berganti malam dan hari ini pun akan segera berakhir.

Seketika, terpantulkan sosok bayangan pada permukaan bola matanya. Sosok perempuan cantik berparas oriental dengan senyumnya yang manis dari atas sana (Awan.red). ‘Kamu masih cantik dengan senyuman itu, Christ’ gumamnya dalam hati. ‘Andai, insiden itu tak terjadi. Mungkin saat ini kamu ada di sampingku. Menikmati keindahan yang Tuhan ciptakan’ Sesalnya kemudian.

Otaknya pun bekerja melintasi kejadian tiga tahun silam. Masih sangat teringat jelas kejadian itu. Christy melindungi dirinya dan rela bertukar nyawa dengannya. “Christ, aku kangen kamu. Aku kangen perhatianmu,  aku kangen dengan Christy yang menyebalkan, dan aku juga kangen ocehanmu yang bisa membuat seorang Anisa naik darah” teriak perempuan yang memanggil dirinya sendiri sebagai ‘Anisa’.

‘Tap....tap...tap’ terdengar suara langkah kaki seseorang mendekati Anisa dari arah belakang. ‘hap’ seseorang itu menutup kedua mata Anisa dengan tangannya. Anisa meraba tangan seseorang itu. Sepertinya tangan itu tak asing untuk ia pegang. Perlahan dia menyingkirkannya, dan menoleh ke arah belakang. ‘Hah. Kamu?’ Anisa sangat terkejut dengan apa yang  dilihatnya kini. Anisa mengucek-ucek kedua matanya dan menepuk-nepuk kedua pipinya. Berasa seperti mimpi. ‘keajaiban Tuhan-kah?’ sebuah pertanyaan muncul dibenaknya. Sangat jelas Anisa mampu melihatnya, bahkan menyentuhnya. Mereka terdiam sejenak, kemudian dia menatap lekat kedua mata Anisa. Seperti ada cahaya lorong waktu dalam matanya. Anisa terhipnotis. Dia terbawa arus lorong itu, menerobos lintasan waktu mencoba mengingatkan kenangan indah yang singkat itu.

***

Hari ini, adalah hari pertama Anisa mengenakan putih abu-abu. Namun, dia masih tertidur lelap di atas ranjangnya, masih menikmati dunia imajinasinya, bergelut dengan sebuah guling yang ia peluk dengan sangat erat dan dengan indah ia melukiskan sebuah pulau misterius di atas bantalnya.

“Anisa. Ayo bangun...!!” Teriak seorang tiba-tiba sembari mengguncang-guncangkan tubuh Anisa.

“Ehhmm. Apaan sich, Christ? Aku masih ngantuk” Jawab Anisa cuek.

“Udah jam enam lebih, Nisa. Kamu mau kita terlambat sekolah?”

“Berangkat tinggal berangkat, ngapain harus nungguin aku sih? Aku bolos hari ini” ucap Anisa terkesan jutek terhadap Christy, teman sekamarnya itu
dan tanpa dosa Anisa meneruskan aktivitas tidurnya.

“Bolos? Ya Tuhan, mau jadi apa generasi bangsa kita ini kalau semua remajanya kayak kamu? MALES. Mungkin sepuluh tahun mendatang, kamu akan menjadi salah satu dari dua juta orang pengangguran di Indonesia. Dan saat itu pula, aku malu punya temen kayak kamu”. Sindir Christy berharap Anisa sadar agar ia tidak bolos sekolah.

Tak di sangka Anisa terpancing emosinya. Dia tak terima dengan sindiran Christy yang terdengar sangat pedas di telinganya. Dia bangun dan ingin cepat-cepat melabrak Christy yang menurutnya tidak bisa menyaring ocehannya.

“Jaga bicara kamu. Aku nggak akan menjadi seseorang yang gagal. Dunia akan berada dalam genggaman aku, dan kamu yang akan aku usir dari dunia
ini” Emosi Anisa meledak.

“Oh, Ya? Coba aja kalau kamu bisa.” Ucap Christy yang diiringi senyuman khasnya yang tertangkap oleh Anisa sedang meremehkan dia.

 ***

“Anisa, Cepetan...!!!” kembali teriakan Christy menggema di tiap sudut kamar ini. Benar-benar sangat memekakan telinga Anisa.

“Bentar napa? Aku lagi beribet pake dasi nie”

Selama ini memang Anisa tak pernah menggunakan dasinya sendiri. Dengan alasan susah lah, ribet lah, akhirnya Mama yang selalu mengalah membantu Anisa untuk mengenakannya.

Tiba-tiba Christy menghampiri Anisa, lalu menertawainya. “Haha. Dasar anak Mami. Pake dasi aja nggak bisa. Bisanya apa kamu? Sini aku bantu”

“Nggak usah. Aku nggak butuh bantuan kamu..!!” Tolak Anisa gengsi.

“Kalau kita nggak terlambat, aku nggak akan bantuin kamu kok, Nis” ucap Christy tak mau kalah, kemudian langsung melingkarkan dasi ke kerah baju Anisa. Dengan telaten, dia melipat-lipatkannya hingga membentuk dasi yang rapi. Anisa hanya pasrah memperhatikannya. ‘kemana sifat menyebalkannya tadi?’ pikirnya.

“Yeah. Selesai. Sarapan gih. Aku udah siapin nasi goreng di atas meja belajar kamu” Ucap Christy kembali menaruh perhatiannya pada Anisa. Sungguh ini membuat Anisa bingung memikirkan pertanyaannya tadi. ‘Inikah kepribadian dia sebenarnya? Atau emang dia punya dua kepribadian?’

“Anisa, Ayo. 20 menit lagi gerbang di tutup” teriak Christy menyadarkan lamunan Anisa yang langsung bergegas untuk sarapan.

***

Asrama dengan sekolah memang tidak dalam satu gedung. Butuh waktu 10 menit untuk berjalan ke sekolah. Selama perjalanan, Christy mengoceh tak jelas. Dia terus menyalahkan Anisa atas keterlambatannya hari ini. Anisa yang susah dibangunkan. Anisa yang mandinya lelet dan Anisa yang sarapannya lama. Hal ini membuat Anisa tersadar bahwa teman sekamarnya itu telah kembali ke kepribadiannya yang awal ‘Menyebalkan’. Anisa muak dan tidak kuat dengan ocehannya. Daripada beradu argumen seperti tadi pagi yang berujung remehan Christy padanya, Anisa memutuskan untuk lari meninggalkannya. Anehnya, Christy tak tinggal diam. Dia malah berlari mengejar Anisa. Saking cepatnya Anisa berlari, tiba-tiba dia menabrak seorang seniornya dan menumpahkan minuman tepat di bajunya. Anisa yang notabene adalah orang yang cuek, menganggap kejadian itu biasa saja. Dia tidak minta maaf, malah cepat-cepat berlari untuk menjauhkan dirinya pada Christy. Dia tak ingin jika di kelas harus duduk sebangku dengan Christy.

“Sial..!! Siapa sih dia?” ucap Angel sambil membersihkan bekas tumpahan di bajunya.

“Bukannya dia Anisa yah? Adik kelas kita waktu SMP yang sempat mengalahkan loe di pertandingan Final Taekwondo” Terka Gigi, salah seorang teman Angel.

Kekalahan itu sangat memalukkan bagi Angel. Seorang kakak kelas bisa dengan mudahnya di kalahkan oleh adik kelasnya sendiri.

“Iya kah?” Tanya Angel dengan tatapan yang masih ia tujukan pada Anisa yang sudah jauh dari pandangannya. Mata yang menyiratkan dendam diselubungi oleh emosi yang membuat Angel ingin memberikan sebuah pelajaran pada Anisa. “Kita harus buat dia bertekuk lutut dan bersujud meminta maaf ke gue” ucap Angel pada teman-teman se-Gengnya.

***

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Christy melihat kejadian itu. “Waduh, sepertinya Anisa akan mendapat masalah besar. Aku harus gimana? Ayo, Christ. Berpikir. Kasihan Anisa”

Tanpa berpikir lebih panjang lagi, Christy memberanikan diri untuk mendekati keempat seniornya itu.

“Kak, maafin temen aku tadi. Dia lari karena aku mengejarnya. Jadi, kalau dia menabrak kakak tadi, itu salahku. Bukan salah dia. Please, maafin kita” ucap Christy sembari membungkukan badannya.
Angel mengalihkan pandangannya pada adik kelas yang tiba-tiba datang menghampirinya, meminta maaf untuk Anisa. Makin membuat Angel emosi.

“Oh. Loe temannya Anisa?” tanya Angel dengan pandangan yang tak mengenakan.

Christy membenarkan posisi berdirinya agar dapat sejajar dengan keempat seniornya itu. Tak disangka Angel malah mendorong bahu Christy.

‘Bug’ punggung Christy mentok menempel dinding.

“Ma...maafin kita, kak” Jawab Christy menunduk ketakutan. Menatap mata seniornya pun ia tak berani. Christy memang bukan sosok pemberani seperti ucapannya yang terkesan selalu berani. Meski begitu, tekadnya begitu kuat untuk melindungi orang-orang yang ada di dekatnya, bahkan jikalau ia yang akan celaka ia akan lakukan itu demi mereka.

“Sampaikan ke dia, sepulang sekolah nanti temuin gue” Perintah Angel yang membuat Christy semakin ketakutan.

“Ingat. Kalau loe nggak nyampein ini, loe yang akan berhadapan dengan kita” Bisik Cherly ditelinga Christ dengan nada mengancam. Diakhiri dengan pukulan tangan di perut Christy yang membuatnya mengerung kesakitan.

***

Christy menjadi orang terakhir yang masuk ke dalam kelas. Dia terlihat berjalan lunglai sembari memegangi perutnya yang terasa sakit akibat pukulan tadi. Christy melihat sekeliling kelasnya tak ada bangku kosong. Hanya satu di sebelah Anisa. Christy enggan-engganan duduk di samping Anisa. Andai ada bangku kosong, mungkin Christy memilih untuk duduk dengan teman lain. Bukannya dia marah pada Anisa, karena insiden tadi. Tapi, dia makin tak tau harus berbuat apa, menyampaikan pesan senior pada Anisa atau menyembunyikannya.

Christy duduk tanpa menoleh sedikitpun pada Anisa. Dia membuka tasnya, mengambil sebuah novel lalu membacanya. Anisa yang merasa keberadaannya diacuhkan oleh Christy akhirnya membuka suara. “Hah. Mau aku berlari secepat apapun buat menghindari agar aku nggak sebangku sama kamu, kayaknya percuma. Tuhan sudah menuliskan dalam buku takdirnya agar kamu selalu dengan aku. Nasib nasib. Se-kamar sama kamu, sekarang sebangku sama kamu. Gimana hari-hari aku tiga tahun nanti, ya Tuhan? Harus bebarengan mulu dengan orang yang nyebelin kayak kamu” keluh Anisa sambil melirikkan matanya ke arah Christy yang tak memberi tanggapan.

Matanya masih fokus terhadap apa yang ia baca. Meskipun begitu telinga Christy masih normal untuk mendengar keluhan Anisa. Dalam otaknya kini tak ada ruang untuk menyerang ucapan Anisa, semua dipenuhi dengan bagaimana caranya agar Anisa dapat selamat dari para senior yang dendam terhadapnya.

Anisa merasa ada keanehan pada Christy. Sorot matanya memang terpaku ke arah novell terlihat seperti membaca, padahal tidak. Anisa menerka pasti ada sesuatu yang terjadi padanya pagi tadi. ‘Apa dia sedang sakit?’ Pikir Anisa. Gerakan-gerakan yang Christy tunjukan seperti tiba-tiba menggigit pena, mengusap-usap punuknya dan sesekali memegangi kepalanya itu mengisyaratkan kalau dia seperti orang yang gelisah yang dibenuhi beban pikiran yang menumpuk. ‘Atau dia ada masalah?’ pertanyaan kedua pun muncul dalam benak Anisa. ‘Ah. Ngapain juga aku mikirin dia. Dia juga belum tentu mikirin aku’ elak batinnya kemudian.

***

Bel sekolah pun berdering pertanda sekolah telah usai. Wajah Christy makin menampakan kegelisahannya. Dia kembali teringat ancaman seniornya.
‘Bilang. Nggak. Bilang. Nggak. Bilang. Nggak. Okeh, Nggak. Okeh. Aku akan mencoba melindungi dia semampu aku’ dalam batin Christy telah menetukan pilihannya. Entah pilihan itu benar atau tidak. Sepertinya Christy telah memikirkan masak-masak pilihannya seharian ini, termasuk konsekuensi yang ia dapat kalau dia bakal jadi korban seniornya.

Anisa makin risih melihat gelagat Christy ini. Anisa yang cuek menjadi sedikit mengkhawatirkan Christ. “Kamu kenapa? Sakit?” Tanyanya pada Christy yang masih memberaskan alat tulisnya yang berserakan di atas meja.

“Aku nggak kenapa-kenapa kok, Nis. Yuk, kita pulang” jawabnya disertai dengan senyuman. Pintar sekali Christy menutupi apa yang dia rasa dengan senyumnya. Senyum ‘terpaksa’ yang ia pertontonkan agar Anisa tak mengkhawatirkannya. Namun Anisa lebih pintar, meski dia cuek namun dia peka terhadap perasaan orang.

***

Baru selangkah mereka meninggalkan ruang kelas, Christy melihat angel CS bergerombol menghadang jalan yang mereka lalui pagi tadi. ‘Aduh. Jangan sampai mereka melihat Anisa. Bisa bahaya jadinya’ Otak Christy mulai berpikir mencari cara untuk melarikan Anisa.

“Woy, ngapain masih bengong di sini, Christ?” tanya Anisa menepuk pundak Christ, membuyarkan lamunannya.

“Ah, Nis. Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat yang indah banget. Yuk..!!” Tanpa aba-aba Christy menggendeng tangan Anisa, mengajaknya berjalan berlawanan arah dengan jalan yang telah dihadang Angel CS.

“Mau kemana sih, Christ?” Anisa masih mencoba memberontak agar Christy melepaskan gandengannya.

“Udah, kamu ikut ajah” genggaman tangannya makin erat yang membuat Anisa pasrah mau di bawa kemana.

***

Sesampainya di tempat yang di maksud Christy, Anisa tidak menemukan sesuatu yang indah. ‘Hah. Di atap Asrama? Apa indahnya?’
Anisa bergegas untuk pulang. Namun lagi-lagi tangannya tertahan oleh genggaman tangan Christy.

“Yuk kita duduk di sana” ajaknya kembali menunjuk tempat strategis untuk memandangi langit senja. Lagi-lagi Anisa hanya pasrah, mengikutinya saja.

Mereka duduk bersebelahan. Christy memandang langit dengan rasa kekaguman yang luar biasa, nampak sekali dari wajahnya. Sementara itu, Anisa malah memandangi wajah Christy yang nampak lebih tenang daripada sewaktu di sekolah tadi.

“Aku punya hobby memandangi langit. Warnanya yang putih dipadupadankan dengan biru selalu bisa menenangkan hati aku” Christy membuka suara di keheningan yang mereka ciptakan sedari tadi. Dia tak sadar kalau ucapannya menyiratkan bahwa saat ini dia dalam keadaan yang tidak tenang. Dan Anisa mampu menangkap maksud tersirat itu.

“Kamu beneran nggak kenapa-napa?” Anisa benar-benar ingin tau.

“Aku nggak kenapa-kenapa kok. Suer deh” jawab Christy menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf “v” mencoba meyakinkan Anisa.

“Eh, iya Nis. Apa arti bahagia menurut kamu?” tanya Christy mencoba mengalihkan pembicaraan Anisa.

“Aku nggak tau bahagia itu apa” jawab Anisa sekenanya.

“Heh?” Christy menoleh ke arah Anisa, memasang wajah cengonya. Berbeda dengannya, tatapan Anisa masih tetap lurus ke depan.

“Semenjak Mama jadi single parents, dia menjadi orang yang super sibuk. Saking sibuknya, dia nggak dateng ke pertandingan yang sangat penting buat aku. Padahal saat itu aku butuh supportnya. Aku ingin membuat dia bangga ke aku. Ah. Tapi kayaknya, dia udah nggak perhatian lagi ke aku, Christ. Aku kesepian. Ini yang membuat aku memutuskan untuk tinggal di asrama ini. Meskipun nggak ada dia, tapi setidaknya aku akan banyak teman dan aku nggak akan pernah merasa kesepian lagi” Tak sadar bulir air mata jatuh membasahi pipi mulus Anisa.

Mungkin ini pertama kalinya dalam sejarah hidup Anisa mencurahkan perasaannya kepada seseorang. Christy merangkul bahu Anisa. Sepertinya dia dapat merasakan apa yang Anisa rasakan. Christy mencoba menenangkannya.

“Kamu liat matahari di atas sana?” tanyanya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah sang surya yang hampir tenggelam. “Dia juga sendiri kayak kamu, Dia juga kesepian. Nggak ada seseorang pun yang menemaninya. Tapi dia tetap bersinar. Kilaunya memberi kehidupan untuk makhluk lainnya. Jadi, meskipun kita sendiri, nggak ada satu pun orang yang sejalan dengan kita, nggak ada seorang pun yang mensupport kita, kita harus tetap fokus pada tujuan kita. Jika tujuan kamu adalah membuat bangga Mama kamu, meskipun dia nggak pernah mensupport kamu, kamu harus tetap berusaha. Buktikan kalau kamu emang pantas buat dia banggakan”

Mendengar ucapan Christy, senyum mengembang di bibir Anisa. Dia merasa tidak salah mencurahkan perasaannya pada Christy.

“Kalau menurut kamu, bahagia itu apa?” Anisa berbalik tanya.

“Aku bahagia melihat orang tersenyum karena aku. Kayak liat kamu sekarang ini, aku sangat bahagia”

“Dih..Modus banget”

“Nggak percaya ya udah. Prinsip aku cuma satu, bersyukur pada Tuhan maka kebahagian akan datang dengan sendirinya pada kita”

“Iya deh iya, percaya aja urang mah ama Dedy Christy yang dari tadi ngeluarin kata-kata mutiaranya” Ejek Anisa bergurau mengeluarkan logat Sundanya.

“Jiah. Aku cewek Nisa. Masak iya dipanggil ‘Dedy’? Mama Christy. Itu lebih cocok buat aku” Sanggah Christ.

“Ah iya. Pantes aja wajah kamu tua, Christ” Ejek Anisa lagi.

“Aku bukannya tua, tapi dewasa. Dibandingkan kamu, aku lebih cantik dan imut lagi” Christy balik mengejek.

“Parah...parah. Ngejeknya” Anisa cemberut.

“Ih..Anisa. Marah ya? Makin jelek tau” Christy menggelitiki pinggang Anisa.

Mereka menjadi saling bergurau dan terlihat makin akrab. Namun tiba-tiba... ‘Brakkkkk’ seseorang menendang balok kayu, sehingga terpecah menjadi beberapa bagian. Anisa dan Christy kaget, ‘siapa yang melakukan itu?’. Mereka menoleh bebarengan, di hadapannya sudah berjejer empat seniornya.

“Gue cari-cari ternyata kalian disini?” ujar Angel.

Anisa tak asing dengan sosok yang berbicara itu. “Kak Angel?” tebaknya.

“Loe masih ingat gue, Nis?” jawab Angel berbalik tanya.

“Yang harusnya kalian hadapi itu aku, bukannya Anisa” Christy tak memberi kesempatan Anisa untuk menjawab pertanyaan Angel yang terkesan
basa-basi itu.

“Christ?” Anisa bingung berani sekali Christy berbicara seperti itu. ‘ada masalah apa di antara mereka’ pikirnya.
Seketika, Christy bersujud di hadapan Angel CS, “Aku minta maaf atas nama Anisa” ucapnya membuat Anisa makin bingung apa yang telah diperbuatnya kepada seniornya? Sampai-sampai Christy harus minta maaf atas nama dia? Tiba-tiba, Anisa teringat kejadian pagi tadi. ‘Jangan-jangan? Jadi, Seharian ini? Dia mencoba melindungi aku’ Anisa membungkam mulutnya.

Angel membangunkan Christy yang sedari tadi bersujud agar berdiri sejajar dengannya. “Gue nggak butuh permintaan maaf loe, Bodoh. Tapi permintaan maaf dari temen loe itu...!!!”.

‘Bug’ Angel memukul perut Christy sampai dia terjatuh dan terbatuk-batuk. Anisa tak terima, dengan sigap dia langsung menyerang Angel.

‘Bug. Bug. Bug.’

Tiga pukulan beruntun berhasil dilayangkan Anisa untuk melemahkan Angel. Angel yang tak bisa membalasnya meminta agar teman se-gengnya membantunya.

“Woy, kalian ngapain bengong..!! Hajar dia..!!”

Mereka pun ikut menyerang Anisa. Namun itu tak menjadi masalah buat Anisa, sang juara Taekwondo. Tak butuh waktu lama, ia mampu melumpuhkan ketiganya. Di liriknya, Angel yang masih menyeka darah di sudut bibirnya. Anisa kembali menghajarnya. “Ini pelajaran buat orang yang sudah nyakitin sahabat, aku”.

‘Bug’ tanpa ampun Anisa menghajarnya.

Gigi yang masih bisa bangkit, mengambil patahan balok kayu dengan ujung runcing. Dari arah belakang Anisa, Gigi tengah bersiap melayangkan pukulan patahan itu tepat di kepala Anisa. Christy melihatnya. Dengan cekatan ia lari untuk melindungi Anisa. Alhasil, kepala Christy-lah yang terpukul oleh patahan balok kayu itu. Darah segar pun mengalir dari pelipisnya. Angel CS yang melihat Christy berbasuh darah segera berlari. Ada ketakutan dalam diri mereka kalau mereka tertangkap sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan Christy. Ini akan sangat fatal buat masa depan mereka jika mereka harus merasakan kehidupan dalam jeruji besi.

Christy sudah tak sadarkan diri. Anisa mencoba menepuk-nepuk wajahnya. Sedikit ada harapan manakala mata Christy sedikit terbuka. Sayup-sayup pandangan Christy melihat Anisa yang menopang tubuhnya serta menangisi dirinya. “Anisa” panggilnya seraya tersenyum. Hal itu tak berlangsung lama, karena detik selanjutnya mata Christy kembali terpejam karena jiwanya telah terpisah dari raganya.

***

“Kamu ingat kejadian itu?” tanya seseorang yang telah mengembalikan Anisa menelusuri lorong waktu itu.

‘Hmmm’ Anisa hanya bisa menganggukkan kepalanya.

“Aku sebenarnya nggak ingin mengingat itu lagi. Aku yang seharusnya mati bukan kamu” Anisa masih saja menyalahkan dirinya atas insiden itu.

‘Sssttt’ Telunjuk seseorang itu menempel di bibir Anisa.

“Tuhan telah mentakdirkan ini semua. Masih ingat perkataan aku? Selama kita bersyukur kebahagiaan akan datang dengan sendirinya ke kita. Karena insiden itu, bukannya mama kamu jadi lebih perhatian ke kamu dan mencurahkan kasih sayangnya kembali ke kamu?”

‘Hmmm’ Anisa kembali mengangguk.

“Christy..” Anisa menitikan airmata dan ingin memeluknya namun pelukan itu terlepas, sosok bayangan Christy itu telah menghilang tiba-tiba, mereka sudah tidak dapat lagi bersentuhan. Mata Anisa kembali menengadah ke langit, ‘Meski kita hanya sehari bersama dalam satu kenangan, namun kamu memberikan banyak pelajaran yang sangat berarti buat aku. Makasih Christ, aku akan buktikan ke kamu. Kamu nggak akan pernah malu punya sahabat kayak aku. Karena aku pasti bisa untuk kamu banggakan’. Kehadiran Christy senja ini memunculkan motivasi itu lagi.

Meski mereka tak lagi dalam satu alam yang sama, namun jiwa mereka menyatu. Karena selamanya Christy akan hidup dalam sanubari Anisa. Memberinya kekuatan untuk mengarungi kehidupan dunia ini.

-the end-


-Hanifah Argubie-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar