Deja
Vu ̴ Run Run Run
Sebelum masuk ke cerita gajeku,
penulis a.k.a Hanifah Argubie ingin mengucapkan minal 'aidin wal
faizin, taqaballohu minna wa minkum taqoballohu yaa kariim. Semoga di
tahun-tahun mendatang kita masih bisa dipertemukan dengan ramadhan dengan jiwa
yang jauh lebih baik dari saat ini. Aamiin.
Deja Vu ̴ Run Run Run
Apa jadinya jika kita menyia-nyiakan
kesempatan yang telah Tuhan berikan pada hidup kita? Menyesal pastinya. Namun
apakah Tuhan masih membuka kesempatan kedua untuk kita? Mengulang waktu?
Mengubah takdir-Nya? Apakah bisa?
Inilah harapan seorang cewek cantik yang kini tengah berdiri diatas
balkon rumahnya, memasang tatapan nanar ke arah langit malam yang tak
berbintang. Ditangannya ia memainkan (?) sepucuk surat merah jambu. Sebuah
surat ‘cinta’ yang terlambat dia temukan kala itu.
“CHRISTY..!! Sudah siap, Nak?”
teriak sang mama di balik pintu kamar sang anak yang bernama ‘Christy’.
Namun Christy tak menggubrisnya, dia
masih asyik dengan pikiran galaunya. Yah. Sebenarnya malam ini, Christy
mendapat undangan reuni alumni SMA-nya. Namun dia tidak mempunyai hasrat
sedikit-pun untuk datang ke acara itu tanpa ditemani oleh sesosok pria yang
selalu membuat hari-hari Christy terlihat menyenangkan di tiga tahun masa
SMA-nya.
Pertemuan pertama Christy dengan
pria yang bernama asli ‘Morgan Handi Winata’ kala mereka mengenyam bangku kelas
X SMA cukup memberinya sebuah alasan untuk membangun sebuah rasa yang biasa
orang sebut sebagai ‘cinta pertama’. Yah. Tiga tahun lamanya waktu itu
berselang, waktu yang sangat berharga bagi keduanya untuk senantiasa bersama
dalam ikatan ‘Persahabatan’. Persahabatan yang entah mereka sadari atau tidak
memunculkan sebuah rasa kekaguman satu sama lain yang kemudian kekaguman
itu-pun tumbuh menjadi sebuah perasaan cinta. Cinta yang tak pernah bisa jujur
di bibir keduanya yang menyisakan sesak di hati mereka saat itu karena tak
pernah mendapatkan sebuah kepastian cinta. Hingga di akhir episode pertemuan
mereka, sungguh Morgan sangat ingin sekali mengutarakan perasaannya pada
Christy sebelum ia harus meninggalkan Christy untuk sementara karena harus
mengikuti jejak sang Papah yang dimutasikan ke Jepang.
Dengan sebuah surat yang sengaja
Morgan sembunyikan diantara tiap lembar novel ‘Crush’ yang Morgan
berikan pada Christy sebagai simbol kenang-kenangannya, Morgan menuliskan
perasaan terpendamnya dan juga keinginan tersiratnya agar Christy dapat
mengantarkan kepergiannya hari itu.
***
Christy menghempaskan tubuh
mungilnya tepat di atas ranjang tempat tidurnya. Melepas lelah setelah seharian
ini merayakan kelulusan bersama teman-temannya. Saking senangnya Christy berhura-hura,
dia sedikit melupakan sosok sahabat yang sebelumnya memberikannya sebuah novel.
Bukan hanya itu, dia-pun (sahabat Christy) memberikan pelukan terakhirnya.
Sehari setelah hari kelulusan itu,
Christy baru membuka-buka novell pemberian Morgan, sahabatnya itu. Tiba-tiba,
ada sesuatu yang jatuh dari noChristl itu. ‘Apa ini?’ pikir Christy sambil
memungut sesuatu yang jatuh itu. Dibukanya perlahan.
Tak pernah kusangka sekejap kesanmu
melekat terbawa dalam rasa.
Sekilas kenangan engkau tinggalkan
begitu memikat.
Tak ingin risau jiwaku mengharapkan
engkau menjadi milikku.
Dan seandainya saja pertemuan itu
akan mungkin terjadi kembali.
Betapa kuingin melihat dirimu.
Walau sekedar merasakan ternyata
jiwaku medambakan engkau menjadi milikku.
Angan dirimu selalu kunantikan.
Tak kunjung hilang meski mungkin
telah sadari...
Seketika muncul pertanyaan dibenak
Christy, ‘jadi selama ini?’ tak ingin lebih banyak menebak-nebak sesuatu yang
tidak pasti, Christy memilih untuk sesegera mungkin pergi ke rumah Morgan
memastikan semuanya. Memastikan perasaannya.
Lari. Lari. Dan lari. Menuruni anak
tangga dengan tergesa-gesa. Membuat sang mama menjadi bingung mendapati anak
semata wayangnya seperti dilanda kekalutan.
“Ma, kunci mobil dimana?” Tanya
Christy sesampainya dilantai bawah berhadapan dengan sang Mama.
“Di atas meja makan, Nak? Kamu mau
kemana, sayang?”
“Ke Rumah Morgan, Mah” Jawabnya
singkat.
***
‘tok.tok.tok’
Wanita paruh baya yang merupakan
asisten rumah tangga dirumah Morgan membukanya.
“Eh. Non Christy. Cari siapa,
Non?
“Morgan dirumah kan, Bi?”
“Non Christy lagi mengigau atau
lupa? Den Morgan ‘kan kemarin siang ikut papahnya dan melanjutkan kuliahnya di
Jepang, Non?”
Mendengar jawaban si Bibi, lutut
Christy melemas. Seperti tak ada daya yang menopangnya untuk berdiri. Dia pun
jadi terduduk lemah. Sesak dalam hatinya tercurahkan dengan air mata yang
sedikit membasahi pipinya kini.
***
Christy masih memakukan pandangannya
pada langit malam. Seketika secercak cahaya terlintas. Persis seperti bintang
jatuh. Lantas apa hubungannya? ‘Katanya’ bintang jatuh itu bisa mengabulkan
permintaan-permintaan kita. Seketika Christy memejamkan matanya, menyatukan
kedua tangannya lalu ia dekatkan pada dadanya.
Dalam hati, dia berdoa ‘Tuhan jika
ENGKAU memberiku satu kesempatan lagi untuk kembali mengulang waktu pertemuan
terakhirku padanya, tidak akan pernah aku sia-siakan kesempatan itu lagi. Demi
cinta yang aku yakin akan memberikan kebahagiaan untuk kita’.
***
“Christy...!!!” Teriak seorang pria
berlari kecil menghampirinya.
Christy yang sedang duduk di bangku
panjang sembari memejamkan matanya, sontak menoleh, “Ada apa, Gan? Kok sampai
lari-lari gitu?” tanyanya pada pria yang sudah berada dihadapannya yang
setengah mati masih mengatur nafasnya.
“Hah. Dari tadi aku cariin ternyata
kamu disini, Christ” Leganya Morgan bisa menemukan sosok yang dia cari satu jam
ini, sampai harus mengelilingi sekolah mereka yang cukup luas.
“Dari tadi aku emang disini, Gan. Di
taman sekolah. Kenapa emangnya?”
“Emmm. Anu Christ. Aku cuma
mau ngasih ini ke kamu” Ucap Morgan sambil menyodorkan sebuah novel. Terlintas
sebuah gambaran tak jelas terlintas dalam otak Christy. Membuatnya menerka
kejadian ini apakah pernah terjadi padanya di masa lalu. Tapi kapan?
Tiba-tiba Morgan memeluk Christy.
Pelukannya sangat erat. Seolah ini episode terakhir pertemuan mereka. Dan
Morgan tak ingin menyia-nyiakannya. “Jika suatu saat nanti kita tidak lagi
bersama, tolong jangan pernah kamu melupakan aku, Christ” Bisiknya yang
terdengar jelas dalam gendang telinga Christy, kata-kata yang menyiratkan bahwa
dia akan pergi meninggalkan Christy. Sebuah kalimat yang tak asing pula untuk
Christy dengar. Entah itu pernah terucap dari bibir Morgan sebelumnya atau
tidak. Samar-samar Christy menata memorinya. Yang terlintas ‘hanya’
bayangan-bayangan yang ‘sepertinya’ pernah terjadi sebelumnya. ‘Novel ini?
Pelukan ini? Kata-kata ini?’ semuanya terasa Deja Vu.
“cie..cie..cie..” ejek beberapa
teman Christy yang tak sengaja melihat adegan pelukan mereka. Morgan langusng
melepaskan pelukannya. “ah. Kalian ini” ucapnya sembari menggaruk-garuk kepala
belakangnya menjadi sedikit salah tingkah. Sedangkan Christy terlihat biasa
aja, wajahnya terlihat makin kebingungan. ‘lalu, ejekan ini?’
‘Arrgghhh’ Christy memegangi
kepalanya yang serasa ingin pecah akibat memaksakan diri untuk mengingat
sesuatu hal yang tidak dia ingat.
“Kamu kenapa, Christ?”
“Sakit, yah?”
“Aduh, Christ. Jangan sakit lah.
Kita kan mau ngerayain kelulusan kita ini?”
Berbondong-bondong pertanyaan keluar
dari mulut teman-teman Christy, namun dengan entengnya Christy menjawab “aku
nggak apa-apa, yuk”
“Yuk kemana, Christ?” Tanya Morgan
“Ah. Aku lupa buat bilang kamu dari
kemarin kalau kita mau merayakan kelulusan kita, Gan. Kamu bisa ikut kan?”
“Maaf, Christ. Mungkin lain waktu
saja kali yah. Aku ada acara siang ini” jawab Morgan yang sebenarnya ingin
sekali jika Christ bisa mengantarkan kepergiannya siang ini ke bandara.
“Yah. Morgan nggak asik lah. Kalau
nggak ada kamu” Christ memasang wajah cemberut.
“Ada atau nggak ada aku, pasti
mengasyikan kok. Yakin deh. Temen-temenmu ‘kan super gila semuanya”
“Iyah. Christ. Mungkin Morgan mau
merayakan kelulusan bersama keluarganya juga. Ya udah, yuk. Keburu sore nih”
Papar seorang teman Christy. Novi namanya.
***
“It's a brand new day..!!!” Serunya
mereka berkarokean bergila-gilaan sebagai ungkapan kegembiaraan mereka telah
sukses menyelesaikan gelar ‘siswa’ nya. karena kedepannya mereka bukan lagi sebagai
‘siswa’ tapi ‘mahasiswa’. Satu tingkat lebih dari siswa dimana semuanya terasa
bebas memilih jurusan yang mereka sukai untuk menentukan masa depan mereka
kelak.
Christy kelelahan. Sekiranya sudah 5
buah lagu bergenre pop-rock dia nyanyikan bersama dengan Novi. Giliran mereka
sekarang yang menjadi penonton gratis konser dua teman lainnya yang kini sedang
berduet. Sekilas pemikiran kejadian pertemuan dengan Morgan tadi tergambar
dalam memorinya. Dia ingat novel pemberian Morgan. ‘Aku pernah melihat, bahkan
‘sepertinya’ juga pernah membaca cerita dalam novel ini. Padahal ‘sepertinya’
novel itu baru launching bulan ini. Christy membuka tasnya, kemudian
mengambil novel pemberian Morgan tadi.
Dan benar ada ‘sesuatu’ yang jatuh.
‘Apa ini?’ Di bukanya perlahan. Kemudian ia membacanya. Otaknya kini sudah bisa
memastikan bahwa ini benar-benar pernah terjadi di masa lalu. ‘Jadi kejadian
setelah ini adalah ... ‘ tanya Christy dalam hatinya yang saat itu tergambar
dalam memorinya ketika dia tergesa-gesa pergi ke rumah Morgan namun tak
mendapati sosoknya karena telah lebih dahulu terbang ke Jepang.
‘Morgan ...’ dia melihat jam
dipergelangan tangannya. ‘Masih siang. Semoga belum terlambat’ ujarnya yang
kemudian bergegas menjinjing tasnya, dan tanpa pamit dengan teman-temannya, dia
langsung keluar dari ruang karokeannya.
“Christ kamu mau kemana?” tanya Novi
yang sudah dari tadi melihat gelagat aneh pada diri Christy semenjak membaca
surat berwarna merah jambu itu.
“Sorry, Nov. Aku ada acara mendadak”
Jawab Christy sekenanya.
***
Di Jalanan, Christy menunggu taksi
untuk bisa mengantarkannya ke bandara yang memang cukup jauh dari tempat
karokean ini. Namun sayang, sepuluh menit berselang belum ada yang datang.
Sekalinya ada, diserobot oleh seorang pria yang memang pada keadaan yang sama
dia juga sedang tergesa-gesa. Christy hanya dapat mendengus kesal. Berharap
cemas semoga Tuhan masih memberinya kesempatan untuk bertemu dengan Morgan.
Memberikan kepastian cinta ini kalau dia juga mempunyai rasa yang sama terhadap
Morgan.
Christy mulai kalut. ‘Ah. Halte.
Pasti bis kota lebih banyak yang lewat di jalanan ini’ dengan berlari-lari,
Christy menuju halte bisa. Lagi-lagi, ketika dia telah berhasil menapakan kaki
di halte bis, sepersekian detik bis dihadapannya telah melaju.
“Stop, Pak. Aku mau naik...!!”
teriak Christy yang mencoba mengejar bis itu. Namun...
‘Bruugggh’ Christy tejatuh. Lututnya terlebih dahulu mencium aspal
sehingga sedikit berdarah.
“Auuwwwhh” Rintihnya
kesakitan. Alhasil dia pun berjalan terpincang-pincang untuk menepi, mungkin
lebih baik dia menunggu bis berikutnya saja.
“Sepertinya sedang buru-buru neng?”
tanya wanita yang berumur jauh di atas Christy yang kini emang duduk
bersebelahan dengan Christy.
“Ah. Iya bu. Ternyata cinta butuh
perjuangan yah, bu?” Keluh Christy sambil sedikit-sedikit membersihkan lututnya
yang berdarah.
“Kalau tanpa perjuangan bukan cinta
namanya. Kejar dia sebelum terlambat. Meski kamu harus merubah takdir Tuhan.
Buktikan-lah kamu pantas bahagia dengan dia” Ucap wanita itu membuat Christy
bingung, apakah dia tau kalau Christy yang sekarang bukan-lah Christy yang dulu
yang sama dengan dimensinya dengan kebanyakan orang di masa
ini.
Christy menoleh, ingin sekali
menanyakan hal tersebut. Namun sosok wanita itu telah menghilang. ‘Kok ibu-ibu
tadi nggak ada?’ seketika bulu kuduk Christy berdiri. “Siapa dia?” Gumamnya
sambil mengusap-usap punuknya yang sedikit merinding. Selang beberapa menit Bis
muncul dihadapannya, Christy sukses menghentikannya. Namun kesialan
menghampirinya lagi kala menaiki bis itu. Pandangan matanya dikejutkan oleh
tidak adanya bangku yang kosong satu-pun di dalam bis ini. ‘Yah. Harus berdiri
nih? Astaga’ Keluhnya kembali pada diri sendiri.
***
Di tengah keramaian orang yang berlalu-lalang
di bandara, Morgan menunggu kedatangan Christy. Bolak-balik dia melihat jam,
mengitari pandangan dipenjuru bandara ini, belum terlihat sosok yang ditunggu.
‘Apa kamu tidak membaca surat aku, Christ’ Gusarnya hati Morgan saat ini.
“Morgan. Ayo. Sebentar lagi pesawat
akan take on” ajak sang papah, namun mendapat tolakan halus dari Morgan.
“Sebentar, Pah. Tunggu 5 menit lagi.
Morgan masih menunggu teman”
***
Jalan yang dilalui bis yang
Christy tengah kendarai untuk sampai ke bandara mendadak macet. Entah ada apa,
menurut selentingan ‘katanya’ ada penyempitaan jalan karena masih dalam
perbaikan jalan yang mendadak ambles karena muatan berlebih. ‘Ya Tuhan, Cobaan
apa lagi ini? Sampai kapan aku terjebak di jalanan seperti ini?’ Christy
kembali melongok jam tangannya. Sudah jam 2 lewat. Tanpa pikir panjang. Christy
meminta turun dan menerobos kemacetan jalan ini. Lari, lari dan lari sekuat
tenaga demi sebuah cinta. Sesekali ada motor yang mengagetkannya hendak
menabraknya saking cerobohnya Christy ketika berlari tak tau arah.
Berpuh-puluh meter ia lalui, nafas
yang sudah sulit di aturnya mulai menghambatnya untuk terus berlari. Dadanya
sesak. Sepertinya dia kelelahan. Namun pemandangan mengejutkan ada di
hadapannya. Ternyata di sudah berada di depan bandara. Sambil mengusap keringat
yang bercucuran dikeningnya, Christy mengembangkan senyuman. Ini-lah saatnya.
Seketika ia menarik tubuhnya untuk
masuk dalam bandara itu, seketika itu pula pesawat yang akan terbang ke Jepang
di umumkan telah take on 5 menit yang lalu. Lagi-lagi
terlambat.
***
“CHRISTY..!!” teriak sang mama kedua
kalinya karena tak mendapat tanggapan dari sang anak.
“Sayang kamu, nggak kenapa-kenapa
kan?” khawatirnya hati mama karena Christy tak kunjung menanggapinya.
‘Ceklek’ gagang pintu di bengkokkan
(?) oleh Mama untuk masuk ke kamar Christy sekedar ingin melihat keadaan sang
anak.
“Sayang” Ucap Mama yang sudah
berdiri di balik punggung Christy menepuk pundaknya. Cukup untuk mengagetkan
Christy yang entah sudah beberapa lama matanya terpejam. Christy sedikit
menoleh guna ingin tau siapa yang sudah masuk kamarnya itu.
“Mama?”
“Kamu nggak jadi datang di acara
reuni SMA-mu itu?” tanya Mama, Christy hanya menggeleng.
“Hmm.. Yakin nie?” Goda Mama namun
Christy lagi-lagi tak menangapi lebih. Tapi bukan Mama namanya, kalau tidak tau
apa yang dipikirkan oleh sang anak.
“Kalau boleh mama saranin sih, kamu
cepat-cepat ganti baju terus langsung turun ke lantai bawah, di ruang tamu ada
Morgan yang sudah lama nungguin kamu”
“Heh?” Christy sungguh tidak yakin
dengan apa yang didengarnya saat ini.
“Udah Cepet sana. Mau terlambat
lagi?” Ejek sang Mama.
“Nggak lah Ma” Cepat-cepat Christy
bergegas menemui Morgan, sang pujaan hatinya.
***
Haru bahagia menjadi satu ketika
Christy benar-benar bisa melihat jelas Morgan dihadapannya. Selangkah kaki
makin mendekati, Morgan-pun menyadarinya. Mereka-pun saling bertatapan, mata
bertemu mata, Debar jantung makin tak karuan hingga bibir-pun terasa canggung
untuk sekedar saling berbasa-basi bertanya kabar atau-pun pertanyaan retoris
semacamnya.
“Morgan?” hanya satu kata yang mampu
terucap dari bibir Christy, karena scene selanjutnya Christy langsung memeluk
erat Morgan, sedikit berbisik “Aku sayang sama kamu. Bukan hanya sebatas teman
tapi lebih dari itu” Lancarnya Christy mengucap kata-kata itu. Dia tidak ingin
kata ‘terlambat’ menghantuinya kembali.
“Aku juga sayang sama kamu, Christ.
Makanya aku datang kesini untuk memastikan perasaanku ini. Mau-kah kamu menjadi
pendamping hidupku untuk selamanya?” Tanpa malu-malu atau-pun berbasa-basi,
Morgan melamar Christy yang ternyata langsung mendapat anggukan kepala dari
Christy pertanda dia mau untuk menjadi pendamping hidup Morgan untuk selamanya.
Sekeras apapun kamu berusaha untuk
mengubah Takdir-Nya, jika memang Tuhan tidak menakdirkanmu untuk bertemu dengan
jodohmu di hari itu, usahamu akan terlihat sia-sia belaka. Akan tetapi, dengan
usaha yang kamu perlihatkan pada Tuhan itu-lah yang akan membahagiakanmu dikemudian
hari. Apa yang terbaik bagimu belum tentu terbaik bagi-Nya. Namun, terbaik
bagi-Nya akan menjadi sesuatu yang terbaik bagimu. DIA-lah pemilik skenario
terbaik di alam semesta ini, jalanin peran sesuai dengan masanya. Kelak, semua
akan indah pada waktunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar